Lihat ke Halaman Asli

ZULFIKA AJRUN NAFAD

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Prof. KH. Saifuddin Zuhri Purwokerto

Mendung

Diperbarui: 27 Juli 2024   06:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bobo Grid_Grid.ID

Mendung

Dari kekerapan hujan, ini masih kemarau
Namun selepas siang gelap bergelayut
Nyaris saban hari, menjadikannya kelabu. Bersamanya disembunyikannya sepi

Di kampung halaman ini duka masih terasa
Berkelindan dengan kuasa dan asa tiap kepala. Hal yang sedikit kurang pas
Bisa menyereret hawa panas

Baiklah, namanya juga manusia
Tempat "salah dan lupa"
Ya tinggal diingatkan saja
Sadar atau alpa tak bisa dipaksa
Sebab "hidayah" bukan milik kita
Ikhtiar akhir hanya tulusnya doa
Kepada sang pembolak-balik hati

Yang lebih penting jangan simpan
prasangka. Sebab yang terlintas
di hati, belum tentu terbukti
Juga yang nyata tampak mata
Hanya boleh diadili secukupnya

Lagipula, kata Gus Baha, dunia ini
Hanya senda gurau belaka. Hiduplah
rileks saja. Canda-tawa lebih berharga
Daripada zikir kusut penuh cemberut

Makan-tidur tepis kemaksiatan
Lebih bermakna ketimbang gercep
Doa dan usaha beralas jumawa

Janganlah kita "mati-matian" bertikai-tangkai
Sebab ia bukanlah pokok-pohonnya
Ingatlah seberapa jua kuasa "Firaun" dan harta "Qarun", mereka (fitrahnya) tetaplah akan pilih seteguk air yang disyariatkan Dia sebagai penukar nyawa di padang sahara

BB, 29.06.2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline