Apa yang terlintas di pikiran anda ketika mendengar kata ‘macet’? Ya, bagi sebagian orang khususnya yang berdomisili di ibukota dan sekitarnya sebuah kata tadi bukanlah hal yang tabuh, ia senafas dengan kaum urban. Macet adalah kehidupan ibukota, dan memang di negara-negara berkembang seperti Indonesia permasalahan ini bukanlah permasalahan yang baru. Hanya baru-baru ini saja masalah ini ‘menggila’. Ya daripada bicara siapa yang salah soal kemacetan lebih baik kita bicara tentang solusi terbaiknya.
Dalam tulisan ini mari kita membahas tentang transportasi umum sebagai solusi kemacetan di Jakarta. Transportasi umum jelas salah satu solusi yang terbaik menurut saya dalam menghapuskan atau setidaknya mengurangi kemacetan di ibukota. Transjakarta, commuter line, angkutan perkotaan, kopaja, metro mini dan lain-lain, mereka sesungguhnya adalah solusi kemacetan. Tapi kenapa seolah hanya jadi simbol sebuah kota metropolitan? Apa yang belum maksimal dari transportasi umum kita dan harus dibenahi segera?
Kualitas. Bila melihat negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand terlihat sekali ada jarak jauh ibarat bumi dan langit soal transportasi ibukota. Mereka sudah menerapkan sebuah sistem transportasi yang terintegrasi satu sama lain yang saat ini baru saja kita akan memulainya dengan MRT, Monorail dan beberapa transportasi lain yang sudah ada di Jakarta. Dalam hal ini kualitas pengintegrasian dari setiap transportasi dengan transportasi lain di Jakarta yang harus ditingkatkan terlepas dari belum selesainya MRT dan Monorail.
Transjakarta adalah salah satu transportasi yang makin hari kuantitas penumpangnya terus mengalami kenaikan, hal ini disadari ‘sang operator’ dengan menambah armada bus dan mendefisitkan jadwal kedatangan bus di tiap halte. Namun, tidak di semua halte terjadi penambahan/peremajaan bus. Contohnya saja koridor 4,6,2,3 yang belum tersentuh peremajaan bus. Hal ini pun kerap memberikan kesan bahwa pemerintah setengah hati dalam menjalankan amanat rakyat tentang transportasi. Bahkan jika melihat dari negara asal konsep transjakarta ada yaitu Kolombia, bisa ditebak kualitasnya seperti apa. Saat saya menganalisis beberapa video tentang Trans Milenio (sebutan dari transportasi massal yang sejenis dengan transjakarta di kota Bogota, Kolombia) ada banyak sekali perbedaan sistem dan pelaksanaannya seperti, setiap halte di sana dilengkapi dengan jadwal kedatangan bus dan posisi bus yang berfungsi secara optimal, di sini ada beberapa koridor yang sudah menerapkan hal serupa dan banyak sekali yang belum, tapi yang sudah menerapkan pun belum maksimal seperti jadwal kedatangan bus dan posisi bus yang tidak akurat, banyak yang sering tidak berfungsi dan lain-lain. Lalu kualitas setiap bus Trans Milenio sangat menjadi prioritas di sana, AC yang berfungsi baik, pintu yang selalu tertutup rapat ketika ditutup, dan yang paling membuat saya kagum adalah adanya perawatan secara berkala terhadap bus. Sementara untuk transjakarta entahlah bus itu dirawat atau engga karena bila menilainya secara objektif tidak segan untuk saya bilang ‘tidak’ atau dirawat dengan setengah hati. Lalu berikutnya adalah prioritas bus transjakarta di lampu lalu lintas, ini harus menjadi perhatian karena jika bus tidak diberikan prioritas maka jadwal kedatangan bus terganggu di setiap haltenya. Beberapa traffic light memang sudah ada fasilitas lampu khusus transjakarta namun jumlahnya masih sedikit dibandingkan dengan di Bogota.
Harus ada langkah konkret dari pihak-pihak yang terkait dalam memperbaiki kualitas transjakarta saat ini karena jika tidak sama saja mereka mengkhianati para penumpang dengan tidak memberikan pelayanan terbaiknya. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H