Lihat ke Halaman Asli

Zulfia Qatrun Nada

mahasiswa komunikasi penyiaran islam

Ranah 3 Warna

Diperbarui: 2 Oktober 2022   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Cerita film Ranah 3 Warna mengisahkan tentang Alif Fikri (Arbani Yasiz) yang sudah berusaha sekuat tenaga, motto hidupnya Man Jadda Wa Jadda, namun belum juga berhasil. Perlu adanya kesabaran, Man Shabara Zhafira.
Dikisahkan, Alif Fikri baru saja tamat bersekolah dari Pondok Madani. Selepas lulus dari pesantren, Alif dilingkupi banyak cita-cita, salah satunya adalah melanjutkan pendidikan di bidang teknologi di ITB.
Alif Fikri ingin sukses seperti Presiden BJ Habibie dan kemudian hijrah ke Amerika Serikat.
Namun keinginan Alif Fikri tersebut tiba-tiba dijegal fakta bahwa selepas lulus dari Pondok Madani dirinya tak memiliki ijazah.
Memang pada saat itu, pondok pesantren belum berwewenang untuk menerbitkan ijazah layaknya sekolah yang disubsidi pemerintah.
Tapi hal tersebut tidak menggoyahkan cita-cita Alif Fikri. Ia kemudian berhasil memperoleh ijazah dengan mengikuti ujian penyetaraan.

Sahabat dekatnya sejak kecil yakni, Randai meragukan kemampuan Alif lulus UMPTN masuk ke ITB.
Alif Fikri kemudian mengikuti ujian UMPTN dan berhasil kuliah di Bandung. Tepatnya di Universitas Padjajaran jurusan Hubungan Internasional.

Meski tidak berhasil masuk ke ITB, tapi bagi Alif Fikri tak mengapa. Ia tetap menjalani kuliahnya dengan sungguh-sungguh.
Saat berkuliah di bandung Alif Fikri bertemu dengan Raisa, gadis itu juga kuliah di Unpad dengan jurusan Komunikasi. Diam-diam Alif Fikri menaruh hati pada Raisa. Baru beberapa bulan kuliah Alif Fikri mendapati kabar bahwa ayahnya di kampung meninggal.

Kehilangan sosok ayah yang menjadi tulang punggung membuatnya goyah untuk melanjutkan kuliah. Awalnya Alif Fikri hampir menyerah, hanya saja ia kembali teringat mantra "man shabara zhafira" yang artinya, siapa yang bersabar akan beruntung. Ia memilih untuk tetap berjuang dan bersabar.

Meski ia sering mengalami masalah seperti keuangan dan semacamnya.
Pada akhirnya, Alif berhasil memperbaiki kondisi keuangannya lewat menulis artikel yang dimuat media lokal di Bandung.

Bahkan dengan hasil menulis itu, ia bisa mengirimkan sedikit uang bagi keluarganya di kampung di Minang sana. Tidak hanya menjadi seorang penulis, ia juga menjual kain khas asal daerahnya. Tetapi pada suatu hari ketika Alif sedang berada di angkutan ia mendapati musibah,  uang hasil dagangannya dirampok tidak tersisa. Seiring berjalannya waktu, Alif Fikri tiba pada keberuntungannya yang pertama dimana ia terpilih sebagai mahasiswa utusan dalam program pertukaran belajar ke Benua Amerika.

Alif Fikri memilih Negara Kanada, selain Alif ada enam mahasiswa lain yang ikut program ini termasuk Raisa.

Satu hari Alif Fikri mendengar pernyataan Raisa bahwa Raisa tidak ingin berpacaran tetapi ia ingin langsung ke jenjang pernikahan.

Mendengar pernyataan itu Alif mengurungkan niatnya untuk menyatakan perasaanya melalui surat.
Alif Fikri memilih untuk menyimpan surat itu hingga suatu hari nanti.

Beberapa tahun kemudian Alif Fikri lulus mendapatkan nilai yang baik dari Unpad dan berhasil menyandang gelar sarjana.
Pada hari kelulusannya, Alif berniat memberikan surat yang sudah lama ia simpan untuk Raisa.

Saat Alif Fikri mau menyerahkan surat, ia kaget bahwa Raisa sudah bertunagan dengan sahabatnya Randai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline