Saat itu saya sedang melewati sebuah daerah bernama Lingsar yang merupakan salah satu desa bagian dari Kabupaten Lombok Barat. Ketika melewati desa ini ada sebuah pandangan menarik yang patut untuk kita bahas kali ini. Desa Lingsar merupakan salah satu desa yang terkenal kaya akan hasil pertaniannya, hal ini tidak lepas dari kualitas tanahnya yang bisa dikatakan sebagai tanah produktif. Selain hasil pertanian yang melimpah Lombok Barat juga terkenal akan kentalnya kebudayaan yang masih sangat terjaga oleh para penduduknya. Kebudayaan yang terjaga didesa Lingsar dapat terlihat dengan adanya kegiatan Merariq (Pernikahan dalam Suku Sasak), dan masih banyak terdapat rumah-rumah adat yang dilestarikan.
Berbicara mengenai kebudayaan desa Lingsar belum lengkap apabila kita tidak membahas tentang kegiatan Sunatan Massal yang biasa dilakukan oleh penduduknya. Sunatan Massal merupakan kegiatan yang tiap tahunnya pasti diadakan oleh penduduk sekitar, hal ini karena sunat/khitan merupakan bagian dari syariat yang melekat pada kehidupan seorang muslim diseluruh dunia. Dan juga khitan merupakan anjuran bagi umat muslim yang mempunyai keturunan dan disunatkan dilaksanakan pada hari ketujuh dari waktu kelahirannya.
Kebiasaan merayakan Maulid Nabi juga merupakan kebiasaan yang rutin dilaksanakan bagi sebagian besar masyarakat Lombok, baik itu mencakup wilayah Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, maupun Lombok Utara. Kebiasaan ini dilakukan sebagai peringatan lahirnya Nabi Muhammad SAW yang merupakan Nabi yang berhasil membawa Islam mencapai masa keemasannya. Bertolak kekebiasaan yang dilakukan masyarakat Lingsar, ketika itu perayaan atas sunatan massal yang dilakukan masyarakat terjadi pada bulan Januari 2015. Sunatan massal pada waktu itu bertepatan dengan perayaan Maulid Nabi didesa tersebut. Ciri dari dari pada perayaan sunatan massal didesa tersebut biasanya ditandai dengan diwarnai rambut-rambut para pemuda, baik itu warna merah, hijau, kuning, biru dan lain sebagainya.
Tanggapan pertama saya ketika itu sebagai masyarakat awam atau dari luar daerah yang tidak tahu banyak tentang kebudayaan Suku Sasak berfikir bahwa “ Dilombok ternyata ada Kampung Korean Ya”, rasa penasaran yang amat sangat membuat saya bertanya kepada seorang teman (Inisial : Jihonk)
Saya : “Gini ni ada perayaan apa namanya???”.
Jihonk :“ Oh ini acara sunatan massal“
Saya: “ ternyata diLombok ada adat begini juga ya”
Jihonk:”bisa dibilang orang sih acara begini penyimpangan, karena bisa dibilang mencermarkan peringatan Maulid Nabi”
Dari fenomena tersebut memang bisa kita ambil anggapan secara spontan bahwa peringatan maulid telah megalami penyimpangan dari yang sebagaimana mestinya. Saya sendiri mempunyai anggapan bahwa kebudayaan diNegara kita Indonesia telah banyak mengalami berbagai penyimpangan seiring dengan semakin majunya zaman.
Kenapa harus bertepatan dengan peringatan Maulid?
Anggapan negatif tersebut sangat mengganggu masyarakat Lombok, hal ini dikarenakan Pulau Lombok juga terkenal sebagai Pulau Seribu Masjid. Hal tersebut juga dapat menimbulkan spekulasi bahwa anak-anak bangsa saat ini telah mengalami kemerosotan moral yang sangat memprihatinkan. Kondisi ini seharusnya mendapat perhatian khusus dari Pemerintah yang bertugas untuk mengayomi masyarakat. Sosialisasi akan pentingnya menjaga tradisi tanpa mengalami penyelewengan merupakan jalan terbaik yang harus segera dilakukan oleh pemerintah. Apalagi Lombok juga terkenal dengan Tuan Guru yang menjadi panutan bagi seluruh lapisan masyarakat Pulau Lombok.
Sekian dan Terima Kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H