Hari ini (Rabu, 22 Maret 2017) sekitar pukul 06:10 WIB, BMKG melaporkan info kejadian gempa bumi di Pulau Bali. Tepatnya pada koordinat 8.88 LS dan 115.25 BT atau lebih kurang sekitar 23 km arah tenggara Kota Denpasar, Bali. Pada awalnya, BMKG mempublikasikan kekuatan gempa bumi yang terjadi pada magnitudo 6.4. Setelah mendapatkan data event dari stasiun seismograf yang lebih lengkap, kemudian BMKG merevisi kekuatan gempa terkoreksi pada magnitudo 5.6. Posisi kedalaman gempa bumi terjadi pada 117 km di bawah permukaan.
Berdasarkan peta intensitas goncangan gempa yang dipublikasikan oleh BMKG, dampak gempa rata-rata dirasakan oleh masyarakat Bali dalam skala intensitas II Skala Intensitas Gempa (SIG) BMKG atau sebanding dengan III-IV skala MMI. Berdasarkan skala intensitas dampaknya, gempa bumi ini hanya dirasakan oleh warga dan tidak memberikan kerusakan secara signifikan.
Secara geografis, Pulau Bali di bagian selatan berhadapan dengan zona pertemuan lempeng Indo-Australia yang menunjam dan menumbuk lempeng Eurasia dengan kecepatan tumbukannya diperkirakan sekitar 7 cm pertahun. Dampak salah satunya adalah rentan terjadi gempa seperti yang diperlihatkan pada gambar 1. Dampak lainnya adalah terbentuknya beberapa gunung api aktif. Gunung Batur dan Gunung Agung merupakan gunung api aktif yang terkenal di Pulau Dewata.
Secara umum sumber gempabumi yang terjadi di Pulau Bali dipengaruhi oleh interaksi dua lempang pada zona subduksi di bagian selatan dan sesar naik busur belakang yang terdapat di bagian utara Pulau Bali. Hemilton (1979) dalam bukunya yang berjudul Tectonics of Indonesia menjelaskan bahwa karakteristik gempa bumi yang terjadi di bagian selatan terbagi pada dua lajur sumber gempa bumi, yaitu yang pertama adalah gempa bumi yang terjadi pada lajur megathrust dengan kedalaman lokasi gempanya relatif dangkal (0-70 km), dan yang kedua adalah gempa bumi yang terjadi pada lajur Benioff dengan kedalaman lokasi gempanya relatif lebih dalam (70-250).
Lajur megathrust adalah bagian dangkal suatu zona subduksi yang mempunyai sudut penunjaman yang landai, dan jika pada lajur ini terjadi gempa dengan magnitudo lebih besar dari 7 kemungkinan besar bisa membangkitkan gelombang tsunami. Seperti halnya tsunami yang terjadi di Banyuwangi 1994. Sedangkan zona Benioff adalah bagian dalam suatu zona subduksi yang mempunyai sudut penunjaman yang lebih curam.
Gempa yang terjadi pada Rabu pagi (22 Maret 2017) diperkirakan terjadi pada lajur Benioff, terlihat pada kedalaman sumber gempa sekitar 117 km. Gempa bumi ini terjadi akibat adanya pelepasan energi pada bidang kontak antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Hal ini ditandai pola makanisme fokus gempa dengan mekanisme sesar naik (thrust).
Zulfakriza
22-03-2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H