SEMARANG- Bukan hanya Simpang Lima dan Pantai Marina. Keajaiban Kota Semarang juga bisa ditemukan di salah satu gang kecil Kecamatan Gayamsari. Lentera kecil dengan puluhan kunang kunang yang bersinar setiap malamnya.
Tidak hanya perihal pendidikan formal, masyarakat pun perlu berpikir dan mengeluarkan usaha dalam memberikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Salah satunya mengenai pendidikan rohani seperti pengetahuan akidah, baca tulis Al Quran dan fikih dasar. Sayangnya masih sedikit sekali Taman Pendidikan Quran (TPQ) atau Madrasah yang menyediakan program belajar seperti ini secara cuma-cuma ataupun harga terjangkau dengan fasilitas yang memadai.
Bagi masyarakat dengan kecukupan finansial, harga tak akan menjadi masalah dalam mengupayakan pendidikan. Baik formal maupun informal. Tapi bagi masyarakat menengah kebawah, ongkos pendidikan yang mencekik bisa berakibat membunuh semangat dan minat belajar mereka.
Di sinilah saya temukan lentera kecil yang sudah bersinar sejak 21 tahun lalu. Cahaya dari bohlamnya tak hanya memberikan penerangan, tapi juga harapan dan senyuman masyarakat sekitar.
Tak jauh dari keramaian Ibukota Jawa Tengah, rumah bercat ungu dengan banyak tanaman hias di pekarangan tampak ramai dengan anak anak, wanita paruh baya serta lansia. Terdengar suara-suara riuh rendah yang merdu berupa lantunan al quran. Pemilik rumah ini merupakan pasangan suami istri berusia paruh baya dengan hati selembut sutra.
Rumah sederhana dengan anggota keluarga yang ramah serta santun adabnya. Setiap malam, ruang tamunya disulap menjadi aula kecil dengan bangku-bangku kayu bercat hijau dan coklat.
Anak-anak akan berdatangan selepas sholat maghrib di masjid kampung. Dilanjut dengan ibu-ibu paruh baya yang masih semangat membopong kitab dan pena seusai melaksanakan sholat isya. Di depan pintu, nampak spanduk kecil yang menggantung. 'TPQ AL MAGHFIROH'.
"Sebenarnya sih tahun segitu sudah ada TPQ juga mbak, di masjid kampung. Karena minat belajar masyarakat sudah tinggi. Tapi orang itu kan bermacam-macam, nggih. Ada yang mampu membayar bisyaroh (dana insentif guru) perbulan, ada yang kurang mampu. Nah orang-orang yang kurang mampu ini kami tampung di rumah untuk belajar al quran secara gratis. Kami sediakan juga kelas untuk bapak-bapak dan ibu-ibu juga ada." ujar Suharyono, atau biasa dipanggil Pak Har, pendiri sekaligus pengajar TPQ Al Maghfiroh Semarang.
Di awal periode, peserta didik di TPQ masihlah sebanyak hitungan jari. Terdiri dari masyarakat sekitar yang diampu langsung oleh Pak Har dan juga sang istri. Seiring berjalannya waktu, orang-orang mulai berdatangan untuk menimba ilmu. Dari 7 orang, hingga akhirnya mencapai lebih dari 100 orang peserta didik. Beruntungnya, sejak tahun 2002 hingga hari ini, TPQ Al Maghfiroh terus-terusan mendapat respon baik dari masyarakat sekitar.
Pak Har mengatakan bahwa tujuan awal beliau membuka TPQ ini adalah untuk memberantas buta huruf (hijaiyah) dan juga mengajarkan ayat-ayat al quran kepada masyarakat. Beliau berharap agar setiap orang dari semua kalangan mampu membaca al quran dan mentadabburi firman Allah Ta'aalaa. Lewat mengaji di TPQ yang beliau dirikan, masyarakat bisa mengaji dan mempelajari banyak bidang ilmu agama tanpa khawatir tentang tunjangan bulanan ataupun insentif guru.