Nama Kelompok:
1.Zulaeqoh (12020002)
2.Saadatu Tazkia (12020025)
3.Misbahul Munir (12020047)
4.Mazidatul Ilmiyah (12020028)
5.M. Bahrul Ulum (12020060)
6.Andika Yoga Saputra (12020014)
ARTIKEL
KODE ETIK PROFESI MEDIATOR KONSILIATOR
Kode Etik Profesi Mediator
PASAL 1
a. Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
b. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.
c. Para Pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka kepada Mediator untuk dilakukan perundingan guna mencari penyelesaian.
d. Teman Sejawat adalah orang atau mereka yang menjalankan profesi sebagai Mediator sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
e. Teman Mediator Asing adalah Mediator yang bukan berkewarganegaraan Indonesia yang menjalankan praktek mediasi di Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
f. Dewan Kehormatan Pusat adalah anggota MMI atau anggota Kehormatan yang telah dipilih dan ditetapkan DPP MMI, memiliki tugas dan wewenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Anggota MMI terkait pelaksanaan Kode Etik serta dapat menjatuhkan sanksi pada tingkat terakhir.
g. Dewan Kehormatan Cabang adalah anggota MMI atau anggota Kehormatan yang telah dipilih dan ditetapkan oleh Ketua DPC yang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Anggota MMI ditingkat Cabang dalam pelaksanaan Kode Etik serta dapat menjatuhkan sanksi
h. Dewan Pimpinan Pusat selanjutnya disebut dan disingkat "DPP" adalah pengurus MMI di tingkat pusat.
i. Dewan Pimpinan Cabang selanjutnya disebut dan disingkat "DPC" adalah pengurus MMI di tingkat cabang Kabupaten atau Kota yang dibentuk sesuai Anggaran Dasar MMI.
j. Biaya Mediator adalah pembayaran kepada Mediator sebagai imbalan jasa Mediasi yang dilakukan berdasarkan kesepakatan dan atau perjanjian dengan pengguna jasa Mediator.
PASAL 2
KEPRIBADIAN MEDIATOR
a. Setiap Mediator dapat menolak untuk memberi jasa mediator kepada orang, badan hukum atau lembaga lain yang memerlukan jasa mediasi dengan alasan tidak sesuai dengan kemampuannya, dan bertentangan dengan hati nuraninya;
b. Setiap Mediator tidak dapat menolak memberikan jasa mediasi dengan alasan karena perbedaan suku, agama, ras, agama, antar golongan, kepercayaan, keturunan, jenis kelamin, perbedaan politik dan tingkat sosialnya.
c. Mediator di dalam melakukan tugas profesinya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tercapainya perdamaian dan Keadilan.
d. Mediator dalam menjalankan profesinya adalah bersifat netral, bebas, dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapa pun dan menjaga rahasia para pihak pengguna jasa mediasi.
e. Mediator di dalam menjalankan fungsinya, harus beritikad baik, tidak berpihak dan tidak mempunyai kepentingan pribadi serta tidak mengorbankan kepentingan Para Pihak.
f. Mediator dilarang mempengaruhi atau mengarahkan para pihak untuk menghasilkan syarat-syarat atau klausula-klausula penyelesaian sebuah sengketa yang dapat memberikan keuntungan pribadi bagi Mediator.
g. Mediator dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak namun wajib mempertahankan hak dan martabat sebagai Mediator.
PASAL 3
KEWAJIBAN MEDIATOR
a. Mediator wajib memelihara rasa saling menghormati, menjaga solidaritas diantara Teman Sejawat
b. Mediator wajib memelihara dan mempertahankan ketidak berpihakannya, baik dalam wujud perkataan, sikap dan tingkah laku terhadap para pihak yang terlibat sengketa.
c. Mediator wajib menyelenggarakan proses mediasi sesuai dengan prinsip penentuan diri sendiri oleh Para Pihak yang bersengketa.
d. Mediator wajib memberitahukan kepada Para Pihak pada pertemuan pertama bahwa semua bentuk penyelesaian atau hasil keputusan proses mediasi memerlukan persetujuan Para Pihak;
e. Mediator wajib menjelaskan kepada Para Pihak pada pertemuan pertama tentang pengertian dan prosedur mediasi, pengertian kaukus dan penggunaan kaukus dalam proses mediasi serta peran Mediator.
f. Mediator wajib menghormati dan memberikan izin beberapa saat kepada Para Pihak, antara lain untuk berkonsultasi dengan kuasa hukumnya atau para ahli pada saat proses mediasi berlangsung.
g. Mediator wajib menghindari adanya ancaman, tekanan atau intimidasi dan paksaan terhadap salah satu atau kedua belah pihak untuk membuat suatu
keputusan hasil mediasi.
h. Mediator wajib menjaga segala kerahasiaan informasi Para Pihak yang terungkap dalam proses mediasi dan tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti di persidangan;
i. Mediator wajib memusnahkan segala catatan-catatan (risalah) dalam proses mediasi setelah berakhirnya proses mediasi yang dilakukan Para Pihak.
PASAL 4
LARANGAN MEDIATOR
a. Mediator yang berprofesi sebagai Advokat atau rekan pada sebuah kantor hukum yang sama dilarang menjadi Kuasa Hukum salah satu pihak yang bersengketa baik yang sedang ditangani selama proses mediasi maupun sesudah mediasi.
b. Setiap Mediator dilarang menggunakan sikap atau perkataan kotor yang berpotensi menyinggung salah satu pihak dalam proses mediasi berlangsung.
c. Mediator dilarang melakukan pertemuan secara rahasia kepada salah satu pihak tanpa diberitahukan terlebih dahulu kepada pihak yang lain yang bersengketa.
d. Mediator dilarang menerima hadiah atau pemberian dalam bentuk apapun dari salah satu atau para pihak selama proses mediasi berlangsung selain biaya mediator yang telah disepakat sebelumnya.
PASAL 5
HUBUNGAN DENGAN PARA PIHAK
a. Mediator tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan Para Pihak mengenai proses mediasi.
b. Mediator dalam menentukan besarnya Biaya Mediator wajib mempertimbangkan kemampuan Para Pihak, dan tidak dibenarkan membebani Para Pihak dengan biaya-biaya yang tidak ada hubungan dengan proses mediasi.
c. Mediator wajib memegang rahasia, baik dalam bentuk perkataan muapun catatan yang terungkap selama proses mediasi yang dilakukan Para Pihak meskipun proses mediasi selesai dilakukan.
d. Mediator yang memiliki kepentingan pribadi kepada salah satu Pihak yang bersengketa harus mengundurkan diri sepenuhnya sebagai mediator dalam sengketa yang akan atau sedang dalam proses mediasi.
PASAL 6
PROSES MEDIASI
a. Mediator menyelenggarakan perundingan atau proses mediasi secara berimbang terhadap Para Pihak.
b. Mediator melakukan penundaan atau mengakhiri proses mediasi apabila perilaku dari salah satu atau Para Pihak telah menyalahgunakan proses mediasi atau tidak beritikad baik selama proses mediasi berlangsung.
c. Mediator menyelenggarakan proses mediasi sesuai dengan jadwal yang telah disepakati Para Pihak saat pertemuan pertama.
d. Mediator dapat melakukan pemanggilan secara tertulis kepada salah satu atau Para Pihak yang tidak hadir pada saat jadwal mediasi yang telah ditentukan dengan membebankan biaya pemanggilan kepada Pihak yang dipanggil.
PASAL 7
DEWAN KEHORMATAN
1. Dewan Kehormatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Mediator.
2. Pemeriksaan suatu pengaduan dapat dilakukan melalui Dewan Kehormatan Pusat dan Dewan Kehormatan Cabang.
3. Dewan Kehormatan Cabang memeriksa pengaduan pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat terakhir.
4. Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan yang dilakukan secara tertulis yang memuat tentang kronologi dan kerugian yang diajukan kepada Dewan Kehormatan Cabang, apabila tidak ada Pimpinan Cabang dapat diajukan langsung kepada Dewan Kehormatan Pusat.
5. Dewan Kehormatan Pusat atau Dewan Kehormatan Cabang melakukan pemeriksaan terhadap pengaduan dan wajib diberikan keputusan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja terbukti atau tidak terjadinya pelanggaran Kode Etik.
6. Dalam melakukan pemeriksaan pengaduan Dewan Kehormatan Pusat atau Dewan Kehormatan Cabang mempertimbangkan alasan Pengadu, Pembelaan Teradu, alat bukti surat dan keterangan saksi-saksi yang diajukan.
7. Keputusan Dewan Kehormatan Cabang dapat diajukan Banding kepada Dewan Kehormatan Pusat, dan atas keputusan Dewan Kehormatan Pusat bersifat final dan tidak dapat diajukan upaya lain.
PASAL 8
SANKSI
Dewan Kehormatan Pusat dan Dewan Pengawas Kehormatan Cabang, dapat menjatuhkan putusan dengan hukuman:
a. Peringatan Pertama, apabila sifat pelanggarannya tidak berat;
b. Peringatan Kedua, bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi kembali melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang pernah diberikan.
c. Pemberhentian Sementara, bilamana sifat pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode etik atau bilamana setelah mendapat sanksi berupa Peringatan Kedua masih mengulangi melakukan pelanggaran kode etik.
d. Pemberhentian Tetap dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan pelanggaran kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kehormatan profesi Mediator.
Kode Etik Profesi Konsiliator
Konsiliator adalah pihak ketiga yang terlibat dalam proses konsiliasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa.
Konsiliasi sendiri adalah salah satu upaya untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
Peran konsiliator tidak hanya sebagai fasilitator, seperti mediator, namun juga bertugas untuk menyampaikan pendapat tentang duduk persoalan, memberikan saran-saran yang meliputi keuntungan dan kerugian, dan mengupayakan tercapainya suatu kesepakatan kepada pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa.
Berikut kode etik profesi konsiliator
1.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004): UU ini mengatur tentang konsiliasi hubungan industrial dan mencantumkan syarat-syarat menjadi konsiliator, tugas dan wewenang konsiliator, serta prosedur penyelesaian sengketa melalui konsiliasi.
2.Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Konsiliasi di Pengadilan: Peraturan ini mengatur tentang konsiliasi di pengadilan, termasuk kode etik konsiliator, tugas dan wewenang konsiliator, serta prosedur penyelesaian sengketa melalui konsiliasi di pengadilan.
3.Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 7 Tahun 2013 tentang Konsiliasi Hubungan Industrial: Peraturan ini mengatur tentang konsiliasi hubungan industrial, termasuk kode etik konsiliator, tugas dan wewenang konsiliator, serta prosedur penyelesaian sengketa melalui konsiliasi.
4.Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 2017 tentang Konsiliasi Hubungan Industrial: Peraturan ini mengatur tentang konsiliasi hubungan industrial, termasuk kode etik konsiliator, tugas dan wewenang konsiliator, serta prosedur penyelesaian sengketa melalui konsiliasi.
5.Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2017 tentang Konsiliasi Hubungan Industrial: Peraturan ini mengatur tentang konsiliasi hubungan industrial, termasuk kode etik konsiliator, tugas dan wewenang konsiliator, serta prosedur penyelesaian sengketa melalui konsiliasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H