Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Tradisi "Takbiran Keliling" Selepas Shalat Idul Fitri di Kota Tidore Kepulauan

Diperbarui: 19 April 2021   16:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ada banyak tradisi yang dilakukan oleh umat islam di Indonesia saat lebaran, selain tradisi mudik sebelum lebaran, tradisi silaturahmi setelah menjalankan shalat IED juga merupakan salah satu tradisi yang tidak dapat dipisahkan dari suasana lebaran. 

Tradisi silaturahmi umumnya dilakukan setelah selesai menjalankan ibadah shalat idul fitri maupun idul adha. silaturahmi  adalah kegiatan dimana umat islam saling memberi dan meminta maaf  kepada sanak saudara-saudara atau tetangga dengan bersalam-salaman. 

Kata silaturahmi atau kadang disebut juga silaturahim berasal dari bahasa arab yaitu "shilah" yang berarti hubungan dan "rahim" yang diartikan "kekerabatan" atau "kasih sayang". dapat disimpulkan bahwa silaturahmi dapat diartikan sebagai hubungan kekerabatan dengan dasar kasih sayang. pada umumnya kegiatan silaturahmi dilakukan hanya sebatas berjabatan tangan antara sesama anggota keluarga  saat berkunjung ke rumah mereka masing-masing.

Masyarakat di Kota Tidore Kepulauan juga melakukan silaturahmi setelah selesai menjalankan ibadah shalat idul fitri maupun shalat idul adha, namun ada tradisi khusus yang di lakukan oleh masyarakat  di  Kota Tidore Kepulauan, yaitu di Desa Sirongo ada sebuah tradisi yang sering dilakukan oleh warga  masyarakat setelah selesai menunaikan ibadah shalat Idul Fitri maupun shalat idul adha, masyarakat biasanya menyebut tradisi ini dengan "Takbiran Keliling" jika biasanya takbiran keliling dilakukan menjelang lebaran dan dilakukan hanya di luar rumah, berbeda hal nya dengan yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Sirongo, jadi  dalam pelaksanaan tradisi ini masyarakat melakukan takbiran dan makan bersama di setiap rumah warga. dalam tradisi ini pemilik rumah wajib menyediakan makanan yang harus ada saat lebaran, buah-buahan yang nantinya akan disantap secara bersama-sama oleh semua tamu  yang datang.

Tradisi ini seperti halal bi halal tapi dengan cara tradisional. makna yang  tersimpan dalam tradisi ini adalah untuk  mengeratkan hubungan kekeluargaan antara setiap masyarakat dan menguatkan hubungan antara sesama tetangga, tradisi ini juga merupakan  wujud rasa syukur masyarakat  atas nikmat kesehatan karena telah diberikan kesempatan berpuasa selama satu bulan penuh dan kemudian dapat merayakan  hari lebaran, sehingga dalam tradisi ini juga terdapat banyak makan sebagai salah satu bentuk berbagi rezeki yang dilakukan oleh Masyarakat.

Tradisi ini selalu dilakukan disetiap lebaran, baik Lebaran idul fitri maupun lebaran idul adha.  jadi begitu masyarakat selesai melaksanakan shalat IED masyarakat akan kembali ke rumah masing-masing,  berjabat tangan dengan anggota  keluarga lalu sesuai dengan waktu yang telah di tentukan mereka akan bergegas mendatangi setiap rumah warga satu demi satu untuk melakukan takbiran bersama kemudian dilanjutkan dengan makan bersama, tradisi ini tidak hanya dilakukan di satu rumah saja namun di semua rumah warga yang ada di desa tersebut. yang menjadi kewajiban dari pemilik rumah adalah menyediakan makan yang cukup agar dapat dinikmati oleh warga satu kampung,  juga buah-buahan sebagai bingkisan yang nanti akan dibawah pulang oleh tamu.

Pada mulanya tradisi  ini dihadiri oleh semua anggota keluarga  namun karena bertambahnya penduduk sehingga rumah-rumah warga di desa Sirogo semakin banyak, oleh sebab itu sekarang yang ikut dalam tradisi takbiran keliling  hanya di khususkan untuk laki-laki saja.  dalam satu keluarga di wakili oleh satu orang, dan mereka hanya bisa menghadiri takbiran  keliling di lingkungan RT mereka masing-masing.  

Namun dalam pelaksanaan pada lebaran tahun lalu tradisi ini tidak dilakukan karena dalam masa pandemi covid-19, ada suka dan duka yang dirasakan oleh warga karena tradisi ini tidak dilakukan, mereka mengatakan senang karena tidak harus bekerja dan memasak dalam jumlah yang banyak namun mereka juga merasa sedih karena tidak dapat berbagi rezeki kepada sesama dan tidak dapat berkumpul bersama keluarga.  (ZRA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline