The Industrial Organization Theory of Vertical Integration merupakan teori yang paling tepat untuk diterapkan pada new multinasionalism dan pada investasi yang terintegrasi secara vertikal. Pendekatan teori ini berawal dari penambahan biaya-biaya untuk melakukan bisnis diluar negeri (dengan investasi) harus mencakup biaya-biaya lain yang harus dipikul lebih banyak daripada biaya yang diperuntukkan hanya untuk sekedar mengekspor dari pabrik-pabrik dalam negeri.
Menurut menteri keuangan Bambang Brodjonegoro Pemerintah memiliki data yang didapat dari pajak soal rekening warga Indonesia di luar negeri dan adanya potensi uang orang Indonesia yang beredar lebih dari Rp 11.400 triliun. Potensinya lebih besar daripada GDP (gross domestic product). GDP kita kan Rp 11.400 triliun dan jumlah tersebut merupakan akumulasi dari uang yang diinapkan di luar negeri sejak 1970, bukan uang yang 2-3 tahun lalu baru masuk dan uang tersebut telah masuk sejak 1970-an. Angka tersebut dari akumulasi atau perhitungan harta kekayaan pengusaha-pengusaha kaya Indonesia yang sudah memarkir uangnya di luar negeri sejak 1970-an dengan adanya tax amnesti maka ada potensi yang akan membuat APBN lebis sustainable. Dengan adanya tax amnesti maka akan terjadi repartiasi kepada aset-aset Indonesia yang ada diluar negeri. Dari segi penerimaan pajak negara akan bertambah berkisar anatara 60% akan dengan potensi bisa bertambah di atas 100 Triliun. Dengan adanya tax amnesti maka angaka wajib pajak yang 27 Juta akan naik mencapai 2 kali lipat.
Dalam UU No.11 Tahun 2016 Tentang Pengampuanan Pajak (Tax Amnesti) ialah penghapusan pajak yang seharusnya terutang tidak dikanakan sanksi administrasi perpajakan dan saksi pidana dibidang perpajakan, dengan cara mengungkapkan harta dan membayar uang tebusan. Pengampunan pajak (Tax Amnesti) tujuan untuk memepercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penuruanan suku bunga dan peningkatan investasi, mendorong reformasi perpajakan meuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid.
Untuk dapat diberikan pengampunan pajak adalah wajib pajak yang pengungkapan harat dan membayar uang tebusan.Pengungkapan harta yang dimaksud adalah setiap wajib pajak yang mempunyai harta baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerek yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, sementara pembayaran uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampuan pajak sesuai dengan mekanisme dalam UU No.11 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Keungan Nomor 118/PMK.03/2016 Tentang pelaksanaan UU No.11 Tahun 2016 serta Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-07/2016 Tentang Dokumen Dalam Rangka Pelaksaanan Pengampunan Pajak.
Cara menghitung uang tebusa dalam UU No.11 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Keungan Nomor 118/PMK.03/2016 Tentang pelaksanaan UU No.11 Tahun 2016 serta Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-07/2016 Tentang Dokumen Dalam Rangka Pelaksaanan Pengampunan Pajak yaitu; pertama. yang harus dilakukan WP adalah menghitung jumlah pajak tertunggak beserta biaya penagihan pajak. Jika WP tidak mengetahui nilai pasti pajak tertunggak, WP dapat meminta data kepada petugas WP. Kedua, WP juga harus menghitung dan menginventarisasikan harta yang belum dibayarkan atau yang belum dilaporkan dalam SPT. “Misalnya, jumlah pajak tertunggak sekian. Tetapi masih ada harta yang belum dilaporkan, itu harus dilaporkan. Ketiga, menghitung harta bersih. Untuk menghitung harta bersih, WP cukup mengurangi nilai aset kotor dengan jumlah utang. Nilai harta bersih (yang baru dilaporkan) ditambah dengan nilai pajak tertunggak menjadi dasar perhitungan uang tebusan bagi WP. Keempat, menghitung jumlah tebusan yang harus dibayar oleh WP. Seperti yang dijelaskan dalam PMK, WP dengan peredaran usaha sampai dengan Rp4,8 miliar yang dapat memanfaatkan tarif uang tebusan 0,5% dari total harta bersih, apabila mengungkapkan nilai harta sampai dengan Rp10 miliar.
Ketidak Jujuran Tax Amnesti (Repartiasi = Imajinasi)
Dalam repartiasi yang dapat dilihat adalah setiap gerakan antar keuangan, termasuk fenomena repatriasi devisa - adalah alat dari strategi pembangunan ekonomi nasional. Seperti disebutkan di atas, ada eksportir modal. Ada mengimpor mata uang. Kebijakan mereka sering tergantung pada situasi nyata dalam perekonomian, jika pengembangan stabil pembatasan impor dan ekspor modal melemah, tetapi ketika krisis - volume arus kas mungkin sangat terbatas.Terutama ketika datang ke pemulangan uang yang diinvestasikan dalam ekonomi negara-negara tersebut. Peraturan pergerakan modal mungkin dalam kepentingan monopoli nasional, tetapi juga untuk memperbaiki makro-ekonomi. Negara dapat memberikan jaminan tambahan untuk perpindahan lintas batas keuangan atas nama sendiri, untuk memastikan cakupan modal dalam negeri diluar negeri di hadapan risiko politik luar negeri yang membatasi repartiasi.
Repartiasi juga dapat dilihat dalam kemitraan ekonomi antarnegara modern, prosedur ini paling sering dikaitkan dengan pasar saham, dimana dana nasional, yang diperdagangkan, sebagai suatu peraturan, membentuk sebagian modal dengan mendatangkan uang dari investor asing. Dengan demikian, repatriasi keuntungan yang dibuat pada saat penjualan saham. Investor menggeser uang mereka yang dapat diuangkan di Indonesia dan pergi sehingga dari pasar di mana perdagangan dilakukan.
Bahwa dalam pejelasan UU No.11 Tahun 2016 dikatakan bahwa sebagaian dari harta yang berada di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut belum dilaporkan oleh pemilik Harta dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilannya sehingga terdapat konsekuensi perpajakan yang mungkin tumbul apabila dilakukan pembandingan dengan harta yang telah dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan yang bersangkutan, Hal ini merupakan salah sartu faktor yang menyebabkan mengalihkan harta mereka dan untuk menginvestasikannya dalam kegiatan ekonomi Indonesia.
Dalam konteks ekonomi, repatriasi dimaknai sebagai mengembalikan uang yang diparkir di negara lain ke negara asalnya. Jika benar apa yang disampaikan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bahwa dana WNI mencapai Rp 11.450 triliun parkir di luar negari, alangkah besarnya. Dana tersebut sungguh signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia bilamana dapat direpatriasi ke Indonesia dan dibuat peraturan yang mengatur bagaimana repartiasi sehingga peluang negara terhadap repartiasi aset Indonosia dapat masuk ke APBN negara.
Untuk mensukseskan repartiasi tersebut pemerintah juga harus mempertimbangkan mengenai hubungan politik luar negeri mengenai investasi dikarnakan negara-negara yang tumbuh dengan adanya modal asing yang mengembangkan negaranya tersebut akan mungkin susah untuk mengembalikan modal atau melepas modalnya kembali layaknya apa yang dilakukan oleh Indonesia terhadap repartiasi terhadap investasi asing di Indonesia karena berkaitan dengan kendala aset yang dimiliki serta prosedur yang ada.