Lihat ke Halaman Asli

Zukhrufa M

Mahasiswa

Hukum Perdata Islam Indonesia (Mengenai Perkawinan dan yang Berkaitan Dengannya)

Diperbarui: 29 Maret 2023   22:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengertian Hukum Perdata Islam Indonesia 

Hukum perdata Islam Indonesia adalah hukum yang mengatur hubungan perorangan misalnya hukum tentang perkawinan dan segala yang bersangkutan dengannya, sekain itu mengatur juga tentang hukum waris, jual beli, perikatan, hibah wakaf dan wasiat juga hukum yang mengatur tentang kebendaan, sesuai dengan syariat islam yang berlaku di Indonesia dan hanya diberlakukan untuk orang islam. Hukum perdata Islam ini juga bisa disebut dengan fiqh muamalah karena dalam konsepnya hampir sama yaitu hukum yang mengatur mengenai kebendaan, jual beli, dan lain-lain.

Prinsip Perkawinan menurut UU no.1 Tahun 1974

Dalam Undang-undang tersebut dapat diketahui bahwa prinsip dalam perkawinan salah satunya adalah kesiapan fisik maupun mental oleh calon suami istri. Dengan siapnya fisik dan mental tidak akan mudah terjadinya perceraian, karena telah siap maka ketika dihadapkan dengan masalah rumah tangga yang rumit pasangan suami istri bisa menemukan solusi terbaik untuk masalahnya dan tidak dengan mudah memilih untuk bercerai. Mengenai kesiapan fisik tentunya tidak lepas dari persoalan keturunan. 

Jika fisiknya belum kuat terutama untuk istri maka ketika ia mengandung akn beresiko tinggi baik untuk dirinya maupun bayi yang dikandungnya mengingat tujuan pernikahan salah satunya untuk mendapatkan keturunan maka hal itu penting diperhatikan juga. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam undang-undang mengatur masalah batas usia melangsungkan perkawinan, karena rendahnya kesiapan mental dan fisik juga bisa terjadi karena belum cukup usia.

Selanjutnya Prinsip Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu Perkawinan yang didasarkan untuk menegakkan hukum Allah. Kemudian ikatan perkawinan adalah untuk selamanya, selanjutnya suami sebagai kepala rumah tangga, isteri sebagai ibu rumah tangga, masing masing bertanggung jawab, dan yang terakhir Monogami sebagai prinsip, poligami sebagai pengecualian.

Pendapat mengenai pencatatan perkawinan

Pentingnya pencatatan perkawinan menurut saya penting dilakukan agar suatu hubungan pernikahan dianggap sah tidak hanya dimata agama tetapi juga dimata negara. Apabila pernikahan tidak dicatatankan akan merugikan terutama untuk pihak istri, ia tidak akan diakui secara sah sebagai istri dari orang yang menikahinya. Jika terjadi perceraian atau suami meningagl dunia istri juga tidak mendapatkan warisan maupun harta gonogini karena ia tidak mempunyai kedudukan dimata hukum. Selain itu jika dalam perkawinan tersebut memiliki anak maka akan berdampak juga bagi anaknya, yaitu mengenai pencatatan akta kelahirannya. 

Dampaknya jika dilihat dari aspek yuridis adalah perkawinan yang terjadi tetapi tidak dicatatkan maka dianggap tidak pernah terjadi, tidak akan diakui oleh negera, selain itu juga dinilai tidak mempunyai kekuatan hukum. Jika sudah begitu ketika terjadi masalah dalam rumah tangga dan merugikan pihak istri maka istri juga tidak bisa mengajukan cerai gugat ke pengadilan karena perkawinannya saja tidak dicatatkan bagaimana bisa dia mengajukan cerai gugat, mau tidak mau hanya suami yang berhak menceraikannya dengan cerai talak.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas tadi maka hal ini akan lebih merugikan pihak istri juga mengenai hak nafkah, dan hal-hal yang berkaitan dengan harta apabila suami tidak memberikannya istri tidak dapat menuntut, ketika suami meninggal atau bercerai istri juga tidak bisa menuntut warisan maupun harta gono-gini karena tidak memiliki kekuatan dimata hukum. Hal-hal merugikan tersebut tidak hanya berdampak pada istri saja tetapi juga berimbas kepada anak, anak yang dilahirkan dari pernikahan yang tidak dicatatkan maka nantinya dalam akta kelahiran anak tersebut hanya ditulis anak dari ibu tanpa ada nama ayah. Karena itu nantinya tidak terjamin haknya baik itu nafkah maupun waris dan tidak bisa menggugat ke pengadilan apabila haknya tidak terpenuhi.

Dampaknya jika dilihat dari aspek sosiologis 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline