seorang tua berambut putih bertopi putih yang sehari-hari masih bekerja. Sebagai tukang becak. Mengantar penumpang ke rumahnya. Dia sehari-hari mangkal di kawasan Pasar Tanah Merah Bangkalan . Usianya sudah lebih dari 58 tahun, bertubuh kurus tetapi kelihatan masih "cangker".
Saat mengayuh becaknya, dia banyak bicara soal kehidupannya yang berat. Soal istrinya di rumah dan dua cucunya yang dititipkan anaknya yang bekerja di Malaysia sebagai kuli bangunan. Soal susahnya mencari muatan hingga sering dia hanya membawa pulang uang di bawah Rp 10 ribu. Padahal dia harus membeli beras dan lauk-pauknya untuk makan sekeluarga.
"emamg pekerjaanku sepeti ini nak setiap pagi sampai larut sore hanya mengkal di depan pasar. Nah kalau anak yang di luar negri dia juga kerja namun kadang tidak dikirimin uang nak. ia mau bagaimana lagi, di nikmati aja hidup ini lantaran Tuhan memberikan rezeki sedikit kepada keluarga dan anak-anak saya itu terserah yang maha kuasa," keluhnya lagi.
Pak Tua selanjutnya mengatakan, Pemkot Bangkalan mestinya memperhatikan mereka. Warga miskin seperti dirinya jangan dibiarkan hidup dalam keadaan berat. Setidaknya, kata dia, Pemkot Banjar membuat atau mengadakan program pemberdayaan masyarakat untuk masyarakat kecil seperti mereka.
Saya menyela dan menjelaskan bahwa Pemkot Bangkalan sepengetahuan saya punya program yang bagus untuk mengentaskan kemiskinan. Masyarakat kecil bahkan bisa meminjam modal usaha melalui mekanisme yang benar.
"Ya, Amang begitu. Tapi kadang ini semua dipersulit oleh para pemerintah karna kadang alasan ini itu, kecuali orang-orang yang sudah mengusaha dan banyak uangnya baru di berikan kemudahan meski program nya untuk rakyat bawah. Kalau seperti saya ini tidak bakal diberikan karya rakyat yang masih tidak di lihat orang-orang. Ia masih saja kerja narik becak nak." dengan wajah berkringat
Saya sejenak diam, berfikir, mencoba mencari jawaban seperti yang diharapkannya. Setelah beberapa detik, saya kemudian memberikan jawaban, walaupun meraba-raba. Saya menjawab, Pemkot Banjar melalui dinas terkait, mestinya mendata golongan manusa lanjut usia (manula) seperti Pak Tua Karta --yang karena keadaan, terpaksa masih harus bekerja.
Mereka, kemudian dikumpulkan di desa atau kelurahan sesuai dengan domisili yang bersangkutan. Mereka dalam pertemuan itu diajak diskusi atau sengaja didengarkan harapan-harapannya, soal kehidupannya. Jika mereka umumnya masih ingin mencari uang alias tidak ingin hanya menerima bantuan dari pemerintah, maka Pemkot atau dinas terkaitnya mesti memikirkan pekerjaan cara pemberdayaannya.
Misalnya saja memberikan keterampilan membuat layang-layang kepada mereka, mulai dari membuat kerangka hingga memasangkan kertas dan memberinya gambar. Layang-layang yang sudah jadi itu dengan bantuan dinas terkait, dijual ke bandar --bandar layangan di Banjar. Bisa bandar layangan lama, bisa juga bandar baru yang diikutsertakan dalam program tersebut.
Layangan yang diberi label, misalnya "Banjar Terbang", atau "Patroman Melayang" itu selanjutnya diedarkan bandar ke seantero Indonesia.Ya, pasti akan ada kendala. Tetapi jika dilaksanakan dengan kesungguhan, program itu akan sukses. Boleh jadi, langkah Banjar dalam memberdayakan manula seperti itu, akan mendapat apresiasi yang positif.
"Kita emang rakyat yang kurang mampu yang seharusnya di pandang oleh para pemerintah untuk prioritaskan rakyat yang masih tidak mampu makan, dan masih susah menyekolahkan anak-anak kadang masih berpikir dua kali, kemudian si bapak ia turun berkata semoga kamu menjadi pejabat negara yang akan memimpin kota Nak, lalu memperbaiki rakyat-rakyat yang kurang perhatian dari pemerintah ini nak." katanya.