Lihat ke Halaman Asli

Analisis Tindak Tutur pada Berita Acara Pemeriksaan Polisi

Diperbarui: 4 Juni 2024   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendahuluan

Dalam proses penyidikan, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Polisi menjadi salah satu tahapan penting yang dilakukan oleh penyidik. Tahapan ini meliputi pemanggilan saksi, penyitaan barang bukti, gelar penetapan tersangka, hingga pelimpahan berkas perkara (Seto, 2024). BAP juga dapat menjadi alat bukti dalam persidangan, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan saksi-saksi yang telah diperiksa oleh penyidik (Tabah, 2021).

BAP adalah dokumen yang merekam pernyataan dan kesaksian individu, baik sebagai tersangka, saksi, maupun ahli yang terlibat dalam sebuah kasus (Kumparan, 2022). BAP memiliki peranan penting dalam menentukan kredibilitas individu yang terlibat dalam proses hukum ini. Bahasa yang digunakan dalam BAP harus akurat untuk memastikan validitas dan keandalan informasi yang disajikan.

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis tindak tutur dalam BAP Ahli Bahasa terkait, kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dalam salinan BAP Polisi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi ini dijelaskan bahwa Polisi meminta keterangan ahli di bidang bahasa dan sastra Indonesia, dengan spesialisasi di bidang linguistik forensik.

Teori tindak tutur digunakan karena memungkinkan untuk mengidentifikasi tuturan yang terkandung dalam BAP Ahli Bahasa terkait kasus korupsi tersebut, karena tindak tutur ini tidak hanya menyampaikan makna, tetapi juga melakukan sesuatu (Austin, 1962). Dalam kajian linguistik pragmatik, tindak tutur dibagi menjadi tiga komponen utama, yaitu lokusi (apa yang diucapkan), illokusi (maksud dari apa yang diucapkan), dan perlokusi (dampak yang diharapkan dari apa yang diucapkan) (Barus & Ludji, 2022).

Searle (1969) memperluas teori tindak tutur yang dikembangkan oleh Austin dengan mengklasifikasikan tindak ilokusi menjadi lima kategori. Klasifikasi ini mencakup directives (perintah), expressives (ungkapan perasaan), representatives (pernyataan fakta), commissives (janji), and declarations (pernyataan yang mengubah keadaan). Pengklasifikasian ini memberikan kontribusi penting dalam memperluas pemahaman tentang berbagai jenis tindak tutur yang dapat dilakukan melalui bahasa (Shopia et al., 2019).

Analisis Tindak Tutur Salinan BAP Polisi

Dalam salinan BAP kasus ini, terdapat dua tuturan yang menarik untuk dianalisis yang dituturkan oleh tersangka, yaitu 'Sudah ada belum? Saya butuh cepat dan sudah janji sama orang' dan 'Gara-gara kamu ini, karena gak kasih uang itu, saya jadi tidak bisa sekolah dan tidak bisa naik pangkat.'

Pertanyaan 'Sudah ada belum' lebih bersifat sebuah retoris. Tuturan ini dikategorikan sebuah tindak tutur direktif yang digunakan untuk memberikan instruksi, perintah, atau arahan kepada mitra tutur (Kamala & Rohmad, 2022). Dalam hal ini, maksud utama penutur bukan ingin menanyakan kepada mitra tutur apakah uang yang diminta sudah tersedia atau belum, melainkan untuk memaksa mitra tutur agar memberikan uang yang diminta.

Hal ini diperkuat oleh konteks situasi dan tuturan selanjutnya, yaitu 'Saya butuh cepat dan sudah janji sama orang'. Tuturan ini mengindikasikan bahwa penutur membutuhkan uang tersebut dengan segera, dan dia sudah berjanji kepada orang lain untuk memberikannya. Tuturan ini digunakan untuk mendesak dan memberikan tekanan agar mitra tutur memenuhi keinginannya. Tindak tutur direktif bekerja dengan cara mendorong pendengar melakukan tindakan tertentu sesuai dengan keinginan penutur (Saddhono & Kasim, 2016), dan konteks memegang peranan kunci dalam membentuk tindak tutur direktif tersebut (Sartika & Irawan, 2021). Ujaran "Sudah belum? Saya butuh cepat dan sudah janji sama orang" berpotensi memberikan dampak negatif kepada mitra tutur. Tekanan dan desakan yang terkandung dalam ujaran tersebut membuat mitra tutur merasa tertekan dan tidak nyaman.

Tuturan selanjutnya juga memperkuat bahwa adanya paksaan dan manipulasi oleh penutur kepada mitra tutur. Tuturan "Gara-gara kamu ini, karena gak kasih uang itu, saya jadi tidak bisa sekolah dan tidak bisa naik pangkat" dapat memanipulasi mitra tutur dengan rasa takut dan bersalah. Rasa bersalah dan tekanan yang ditanamkan oleh penutur dapat membuatnya merasa terbebani. Hal ini dapat mendorong mitra tutur untuk menuruti permintaan penutur, meskipun mungkin mitra tutur tidak ingin melakukannya, seperti yang disampaikan dalam BAP bahwa mitra tutur menyatakan ketidakberaniannya menolak permintaan tersebut. Selain itu, posisi penutur yang merupakan kepala Balai juga memiliki 'kuasa' yang besar sehingga menambah beban bagi mitra tutur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline