Lihat ke Halaman Asli

Zuhdi Triyanto

Tenaga Administrasi

Dawuh Kiai Sepuh

Diperbarui: 26 Januari 2025   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi masih riuh, meskipun ini akhir pekan. Di kota yang kerap disebut kota kretek itu, jalanan tak benar-benar hening. Suara motor dan mobil saling menderu, berebut untuk menguasai waktu. Maklum saja, di sini banyak sekolah yang liburnya hari Jumat. Di sudut jalan, aroma tembakau samar-samar bercampur dengan wangi gorengan dari gerobak pinggir jalan, membawa kehangatan yang khas.

Pedagang kecil membuka lapak mereka lebih awal, memajang beragam dagangan: dari hasil bumi segar hingga kue tradisional yang menggiurkan. Di kejauhan, beberapa anak muda bercengkerama di warung kopi, mengabaikan hiruk-pikuk kendaraan yang terus berlalu-lalang. Langit kota masih malu-malu menampakkan warna birunya, diselimuti awan tipis yang tak jera mengiringi pagi.

Aku tidak biasa menikmati suasana pagi di tengah kota seperti pagi ini. Kebetulan hari ini ada undangan rapat semesteran yang diselenggarakan di Kantor Yayasan, yang lokasinya di tengah kota mungil ini. Namun setelah pukul tujuh lewat lima belas menit, deru kendaraan yang tadinya berlalu-lalang itu pelan-pelan menghilang.

Hari ini, rapat dibuka dengan berdoa bersama setelah sebagian besar peserta dari semua pondok hadir. Aku, tentu saja tidak sendirian. Selain kepala madrasah ada tujuh teman yang mewakili bidangnya masing-masing. Seperti rapat semesteran sebelumnya, pembahasannya berfokus pada laporan kegiatan masing-masing pondok. Dan kami mendapat giliran kedua. Masing-masing lembaga dibawah naungan Yayasan mendapat waktu menyampaikan laporan kurang lebih satu jam. Temanku memulai presentasi dengan lancar dan tenang.

Ketika Kiai Sepuh mendapat giliran, mendadak keadaan berubah semakin sunyi, semua peserta mendengarkannya dengan khusuk. Dengan ritme suara yang pelan beliau menyampaikan.

"Tolong disampaikan ke wali murid ketika ada pertemuan dengan wali murid, agar sering-sering membuat bancaan atau sedekah yang diniati untuk anaknya masing-masing. Sedekah itu banyak warnanya, bisa dengan makanan, uang, pakaian. Bisa ke tetangga, orang lain atau bahkan bisa ke kucing, semut. Kan ketika kita sudah selesai makan, pasti ada sisa makanan, dikasihkan saja ke hewan dengan diniati sedekah atau mbancai untuk anaknya"

Wajah Kiai sepuh tampak teduh di bawah sinar lampu yang redup. Matanya menatap kami satu per satu, seperti memastikan bahwa dawuh itu benar-benar kami pahami. Aku yang sejak tadi menahan ingin buang air kecil tetap memilih diam, mencatat setiap kata yang beliau ucapkan. Dawuh ini bukan hanya nasihat, tetapi seperti doa yang penuh berkah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline