Lihat ke Halaman Asli

Kota-Kota yang Mati

Diperbarui: 17 Desember 2024   12:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Art: Photograph by Alexia Prassa

Hari ini, aku melintasi kota yang tak berjiwa, tempat di mana kehidupan berlangsung tanpa benar-benar hidup. Kata-kata itu terngiang dalam pikiranku 

"Aku melihat manusia terbunuh setiap hari. Aku Melangkah di ruang-ruang sunyi tak bernyawa, Menyusuri jalanan bisu tak bersuara, Melintasi kota-kota yang kehilangan makna."

Bayangan itu nyata. Sekelilingku, manusia berjalan tanpa mata yang benar-benar melihat, tanpa suara yang benar-benar berseru. Mereka hidup dengan perasaan yang lahir dari mesin, pikiran mereka dibentuk oleh lembaran berita, sementara jiwa-jiwa mereka terpenjara di balik etalase kaca, menjadi penghias gemerlap dunia. Angan mereka tak pernah melampaui dinding-dinding ruang belajar, lalu dunia di luar hanya menjadi bayangan yang tak tersentuh.

Sekali lagi aku menyaksikannya, tentang kehidupan yang bergerak namun terasa hampa. Tentang bagaimana dunia telah mengubah manusia menjadi boneka yang diprogram, mengikuti sebuah lakon yang bahkan tak mereka pahami. Ketika teknologi dan informasi menjanjikan kebebasan justru banyak dari kita kehilangan diri.  

Pikiranku melayang pada makna waktu, pada bagaimana kehidupan menjadi rutinitas yang tak berpikir atau merenung. Dan aku bertanya-tanya, kapan kita terakhir kali merasa hidup--bukan karena apa yang kita lihat oleh mata, bukan karena kata-kata yang kita dengar dari orang lain, tetapi karena hati kita sendiri yang berbicara.  

Barangkali di sudut kota ini, masih ada harapan, bersrmbunyi di antara orang-orang yang menolak tunduk pada kebiasaan. Mereka berpikir dengan kepala mereka sendiri, merasakan dengan jiwa yang murni, dan berbicara dengan nurani mereka sendiri.

Aku yang memilih untuk membuka mata meski dunia menyuruh mereka memejamkannya, memilih untuk bertanya meski kenyamanan meminta tuk diam. Dan mungkin, aku harus menemukan mereka, agar kita tidak menjadi bagian dari kota para mati ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline