Lihat ke Halaman Asli

Zuhad Well

mahasiswa

Aremania Nekat Away ke Gelora Bung Tomo : "Di Malang Kita Dihabisi, Di Surabaya Mereka Kita Lindungi Hingga Diberi Nasi

Diperbarui: 1 Januari 2025   20:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Surabaya, 7 Desember 2024 - Pertandingan penuh gengsi antara Persebaya Surabaya dan Arema FC di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) kembali menyita perhatian publik. Laga ini bukan sekadar pertandingan biasa, melainkan pertemuan dua tim dengan rivalitas panjang dalam sejarah sepak bola Indonesia. Namun, di balik panasnya duel di lapangan, sebuah kejadian menarik terjadi di tribun penonton yang mencerminkan sisi lain dari rivalitas kedua suporter, Bonek dan Aremania.

Peringatan Panpel: Suporter Tamu Dilarang Datang Sebelum laga digelar, panitia Liga 1 telah mengeluarkan imbauan tegas bahwa suporter tim tamu, dalam hal ini Aremania, tidak diperbolehkan hadir di Stadion Gelora Bung Tomo. Keputusan ini diambil demi menjaga kondusivitas pertandingan dan mencegah bentrok antara kedua kelompok suporter yang memiliki sejarah panjang ketegangan. Namun, beberapa suporter Arema nekat menerobos larangan tersebut dan memutuskan untuk datang langsung ke Surabaya demi menyaksikan tim kebanggaan mereka bertanding. Keputusan ini tentunya cukup berisiko mengingat rivalitas panas antara Aremania dan Bonek.

Aremania Diamankan dan Dilindungi oleh Bonek Sesaat sebelum situasi memanas di tribun utara, beberapa suporter Arema yang ketahuan berada di sekitar area stadion sempat menjadi perhatian Bonek. Namun, alih-alih menjadi sasaran amarah, para Bonek yang menyadari kehadiran Aremania justru melakukan hal yang mengejutkan: mereka mengamankan para suporter Arema, melindungi mereka dari potensi amukan massa.

Tak hanya diamankan, Aremania tersebut bahkan diberikan nasi oleh beberapa anggota Bonek. Setelah situasi kondusif, Bonek juga mengantarkan mereka pulang dengan selamat. Kejadian ini menjadi contoh luar biasa dari sisi humanis dan sportivitas dalam dunia sepak bola, sesuatu yang jarang terlihat dalam pertandingan dengan tensi tinggi seperti ini.  Berbanding Terbalik dengan Perlakuan di Malang Kejadian ini seakan menjadi ironi jika dibandingkan dengan perlakuan yang diterima Persebaya saat melakukan lawatan ke Malang. Pada pertandingan sebelumnya, ketika Persebaya bermain di kandang Arema, bus pemain Persebaya harus dikawal ketat dengan mobil barracuda. Bahkan, insiden pelemparan batu dan kayu oleh oknum suporter Arema terjadi, hingga bus Persebaya nyaris dibakar.

Situasi itu memperlihatkan betapa sulitnya rivalitas ini mereda ketika pertandingan digelar di Malang. Namun, kejadian di Surabaya menunjukkan perbedaan sikap signifikan: meskipun rivalitas tetap membara, Bonek memilih untuk mengedepankan kemanusiaan dan menjaga keamanan tamu mereka.

Aman Dua Kali Away ke Surabaya catatan lain yang patut diperhatikan adalah sudah dua kali Aremania nekat "away" ke Surabaya, namun kedua kesempatan tersebut berakhir aman. Bahkan, tim Arema tidak perlu menggunakan mobil barracuda untuk pengamanan dan tetap bisa beraktivitas seperti biasa. Hal ini membuktikan bahwa meskipun rivalitas kedua kelompok suporter begitu kuat, Bonek mampu menunjukkan bahwa keamanan tamu bisa dijaga dengan baik. Pesan Damai di Tengah Rivalitas Panas Kejadian ini layaknya oase di tengah padang pasir panas rivalitas dua suporter besar Indonesia. Sikap Bonek yang melindungi Aremania menjadi pesan penting bagi seluruh pecinta sepak bola Tanah Air bahwa rivalitas seharusnya berhenti ketika menyangkut soal kemanusiaan.

Sepak bola adalah tentang sportivitas dan persatuan, bukan perpecahan. Apa yang terjadi di Gelora Bung Tomo pada 7 Desember 2024 ini diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa rivalitas di lapangan tidak seharusnya berujung pada kekerasan di luar lapangan. Kita berharap kejadian ini menjadi momentum untuk memperbaiki hubungan antara kedua kelompok suporter. Sebab pada akhirnya, sepak bola adalah milik semua, dan semangat fair play harus selalu dijunjung tinggi.

"Di Malang kita dihabisi, di Surabaya mereka kita lindungi hingga diberi nasi." Ungkapan ini mungkin akan dikenang sebagai simbol bahwa rivalitas tidak harus selalu berujung pada kebencian. Semoga ini menjadi awal dari perubahan besar bagi dunia sepak bola Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline