Lihat ke Halaman Asli

Yang Terlambat

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di pagi ini terasa hambar. Padahal, sebelumnya aku jatuh cinta: bukan pada Jakarta yang panas, bukan pada sebuah syair yang romantis, bukan pada sebuah lanskap yang rapi, bukan pada sebuah barang yang mewah, tetapi pada Perempuan itu.

Oh ternyata, Perempuan itu sudah memiliki "yang lain". Tetapi jelas tidak mengapa: karena aku jatuh cinta.

Perempuan itu, sulit untuk didefinisikan. Mungkin aku berlebihan, tetapi memang itu adanya.

Perempuan itu layaknya matahari pagi yang mengawali aktivitas di dunia, awan yang menyerupai bunga krisan, seperti cahaya bintang di gelap malam, mata air yang tidak akan pernah mengering seperti air zam-zam di tanah suci Mekkah.

Mungkin aku berlebihan (sekali lagi mungkin karena tak cukup definitif). Perempuan itu terlalu indah, bersyukur aku pada Yang Maha Kuasa atas keindahan yang ditunjukkan-NYA kepadaku, entah mengapa aku begitu mengagumi Perempuan itu.

Perempuan itu membuat aku menganggap hitam diartikan putih yang buruk sama dengan baik. Mungkin aku jatuh cinta. Aku jatuh cinta bukan karena Perempuan itu cantik.

Ingin kuberikannya bunga matahari. Petanda aku selalu memperhatikan Perempuan itu.

Harusnya aku sedih, karena perempuan itu sudah memiliki "yang lain", sekali lagi tak mengapa: karena aku sedang jatuh cinta.

Rute cinta, "yang lain" merupakan ketidakmurnian dan pembatas. Mengapa begitu: karena aku jatuh cinta pada Perempuan itu.

"Ku jatuh cinta segenap hati,". Kata itu untuk kamu si Perempuan itu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline