Lihat ke Halaman Asli

Trisno Mais

Skeptis terhadap kekuasaan

Menerawang Spirit Sumpah Pemuda

Diperbarui: 30 Oktober 2017   20:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Trisno Mais, SAP, Mahasiswa Pascasarjana Unsrat, asal Desa Buo, Kecamatan Loloda (Malut)

KETIGA SUMPAHitu pun sudah dihafal di luar kepala. Entah, untuk pemuda semata, atau lintas generasi. "Pertama, kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, Tanah Air Indonesia, kedua, kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bengsa Indonesia, ketiga, kami poetra dan poetri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoen, bahasa Indonesia.  

Tulisan ini tidak bermaksud mengahantarkan pembaca mengenal jauh soal sejarah adanya sebuah pengakuan pemuda pada isi teks dari sumpah pemuda itu sendiri. Karena bagi penulis, soal isi teks sumpah pemuda, ada beberapa versi. Dan, jika itu diakomodir serta dijadikan rujukan pada tulisan ini, maka pembahasannya lebih komprehensif lagi. Biar pemahaman soal ini pun utuh. Karena tak dipungkiri, terkait ini, masih menjadi perdebatan yang 'kontroversi'; ada sebagian orang yang mendebatkan terkait isi teks sumpah pemuda pasca 1950 dan juga 1928. Oleh karena itu, saya memilih tidak untuk menjabarkan dari sisi historisnya, melainkan spiritnya.

Dalam membangun keutuhan Negara Kesatuan Reprublik Indonesia (NKRI), pemuda telah menorehkan banyak cerita perjuangan. Peran pemuda dalam lintasan sejarah Indonesia tidak lagi asing. Artinya, sejarah panjang telah mencatat buah hasil perjuangan pemuda.

Semangat pemuda telah dikumandangkan oleh founding father. Presiden pertama Bung Karno misalnya pernah mengutarakan pernyataan optimisnya, berilah dia sepuluh pemuda yang bersemangat dan berapi -- api, kecintaannya pada bangsa dan tanah air tumpah darahnya, maka dia akan menggemparkan dunia. Semangat Bung Karno begitu menggebu -- gebu. Modal semangat, Bung Karno optimisi, jika pemuda mampu menciptakan sejarah baru. Kemerdekaan Indonesia adalah hasilnya.

Anak muda dikenal dengan sosok yang progresif. Laku agresifitasnya lah yang membuat anak muda disegani. Tak bisa dibayangkan jadinya, toh jika saat itu, Bung Karno tidak memiliki keberanian sehebat itu.

Sepintas Refleksi Gerakan Pemuda  

Perjuangan kemerdekaan 1945 tak lepas dari kontribusi anak muda. Peristiwa ini berawal dari beberapa sosok anak muda yang nekat melakukan hal 'konyol'. Yakni, dengan kenekatan para pemuda yang menculik Soekarno-Hatta ke daerah Rengasdengklok. Tindakan ini diambil dengan maksud untuk mengamankan Soekarno-Hatta dari pengaruh Jepang. Mereka berpendapat agar Soekarno tidak diintervensi oleh pihak luar. Mereka mau secepatnya untuk mendeklarasikan kemerdekan Republik Indonesia. Hal ini bertujuan agar kekalahan Jepang tidak dimanfaatkan oleh Belanda untuk masuk kembali dan menjajah Indonesia. Nah, pada bagian ini, hasil dari peristiwa punculikan tokoh penggerak kemerdekaan saat itu, dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Lahirnya Orde Reformasi 1998 juga ada intervensi anak muda. Pemerintahan Orde Baru yang walaupun secara kasat mata telah menampakkan adanya kemajuan dalam kehidupan masyarakat, sesungguhnya dibangun dengan fondasi ekonomi yang rapuh, tergerogoti oleh jejaring KKN. Krisis moneter mengawali kejatuhan pemerintah Orde Baru. Selain itu, gelombang aksi mahasiswa (pemuda) yang terus menggelora menjadi bagai deburan ombak yang tak pernah berhenti. Akhirnya Orde Baru pun menyerah dan perpindahan kekuasaan itu terjadi. Demikianlah, para pemuda menjadi tulang punggung sebuah peradaban.

Sumpah pemuda merupakan tanda kesepakatan anak muda. Hal tersebut bila kita jabarkan satu persatu, maka esensinya dari kata perkata makin jelas. Pada poin pertama misalnya, pemuda pada saat itu mengajak agar seantero Indonesia mengakui bahwa kita memiliki satu tanah air. Yaitu, tanah air Indonesia. Pengakuan ini jika dijabarkan dan dipahami subtansinya, maka tidak adanya cela pernyataan yang diskriminatif. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan bahwa tanah air ialah negeri tempat kelahiran.

Nah, bisa dibayangkan pada saat itu jutaan rakyat menyetujui bahwa Indonesia milik secara kolektifitas. Yakni, pengakuan akan satu tanah air, bangsa serta memiliki satu kesatuan bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Ini gambaran pemuda pada zaman itu tidak menonjolkan ego sektoral.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline