Covid-19 atau yang biasa dikenal dengan sebutan Virus Corona berhasil mencuri perhatian masyarakat global sejak kehadirannya terdeteksi untuk kali pertama di Wuhan, Tiongkok pada akhir tahun 2019. Jatuhnya ribuan korban jiwa akibat terjangkitnya virus ini menjadikannya sebagai pusat perhatian yang harus diperangi oleh negara-negara di dunia, termasuk Amerika Serikat. Bahkan tepat pada 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) telah menetapkan wabah ini sebagai pandemi global yang memunculkan kekhawatiran publik (Dzulfaroh, 2021). Begitu pula dengan nasib para pengungsi ataupun pencari suaka yang masih mempertanyakan status yang dimilikinya. Mengingat bahwa, kerugian yang diberikan oleh pandemi Covid-19 ini sendiri mulai mengacaukan berbagai aspek dalam kehidupan manusia, baik kesehatan, ekonomi, sosial, pendidikan, dan lain sebagainya. Melihat kondisi tersebut, membuat pemerintah setempat yaitu Donald Trump mulai mengambil langkah agresif untuk meminimalisir angka penyebarannya di Amerika Serikat dengan mencetuskan perintah eksekutif untuk penanganan pandemi Covid-19.
Sejak kampanyenya pada Pemilihan Umum Presiden Amerika Serikat pada tahun 2016, Donald Trump kerap kali memberikan pernyataan yang kontroversial dan mencuri perhatian publik. Salah satunya adalah dengan menjanjikan perubahan bagi Amerika Serikat, dan tak segan untuk mengkritik kebijakan yang telah ditetapkan oleh pendahulunya, yaitu Barack Obama (Aryantika, 2019). Trump menekankan bahwasannya isu imigrasi merupakan isu paling kompleks di Amerika Serikat, yang berkaitan dengan isu perbatasan yang menjadi prioritas dari partai Republik. Mengutip dari Siregar (2020) pada tulisannya yang berjudul "Pergeseran Kebijakan Amerika Serikat pada Masa Pemerintahan Presiden Barack Obama dan Presiden Donald Trump terhadap Imigran Ilegal di Perbatasan Amerika Serikat dengan Meksiko" menyatakan bahwa, Partai Republik yang dibawa oleh Donald Trump diisi oleh anggota-anggota yang anti imigran. Bahkan, tak jarang diantaranya terdiri dari kaum kulit putih yang rasis dan konservatif yang takut akan dampak yang diperoleh akibat datangnya kaum imigran di Amerika Serikat. Salah satunya adalah kekhawatiran akan peningkatan pengeluaran yang harus ditanggung oleh negara pada imigran ilegal di Amerika Serikat.
Partai Republik yang secara resmi mengusung Donald Trump pada pilpres Amerika Serikat 2016 silam, dikenal sebagai sistem perpolitikan yang kurang menerima kehadiran imigran ilegal di wilayahnya. Partai ini sendiri memandang bahwa, imigran merupakan sebuah ancaman yang kritis, dan berpotensi untuk mengambil alih lapangan pekerjaan yang dimiliki oleh warga setempat. Oleh sebab itu, mereka mendukung kebijakan yang ditetapkan oleh trump untuk membatasi akses masuk imigran ke Amerika Serikat. Sehingga, secara tidak langsung kebijakan yang diusung oleh Donald Trump akan menyulitkan imigran ilegal, dan tidak mentoleransi keberadaannya di kawasan Amerika Serikat (Siregar, 2020). Hal tersebut kemudian diperparah oleh munculnya pandemi Covid-19, yang mana Trump menandatangani perintah eksekutif berupa larangan warga asing untuk memperoleh izin tinggal di kawasan tersebut dengan alasan untuk melindungi posisi pekerja lokal selama pandemi berlangsung. Tidak hanya itu, Donald Trump juga menetapkan untuk menghentikan segala layanan keimigrasian ke Amerika Serikat sebagai upaya perlindungan Amerika dari penyebaran virus (Pramadiba, 2020).
Menurut penjelasannya, Trump berfokus pada perlindungan lapangan pekerjaan dibanding pandemi Covid-19. Trump menjelaskan bahwa, merebaknya Virus Corona membuat jutaan warga Amerika Serikat harus kehilangan mata pencahariannya yang diperburuk dengan penerapan lockdown. Oleh sebab itu, Trump bertugas untuk memastikan warga setempat agar tetap bisa bekerja seperti sedia kala (Pramadiba, 2020). Namun, hal tersebut justru menuai kritikan dari berbagai pihak, salah satunya adalah Partai Demokrat. Partai Demokrat memandang bahwa, Trump tengah berupaya untuk mengalihkan perhatian warga Amerika Serikat atas realitas bahwa pandemi Covid-19 tidak mampu ditangani dengan baik pada masa pemerintahan Donald Trump. Selain itu, Partai Demokrat juga menilai bahwa adanya pandemi Covid-19 menjadi ajang bagi Donald Trump untuk menerapkan agenda utamanya yang berkaitan dengan isu imigrasi (Pramadiba, 2020). Akibat dari perbuatannya itu, Amerika Serikat menjadi episentrum Covid-19 dengan jumlah kasus mencapai ratusan ribu korban jiwa berjatuhan.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden di Amerika Serikat menimbulkan kekhawatiran bagi para imigran. Hal tersebut disebabkan oleh perintah eksekutif yang dicetuskan olehnya, yang berisikan larangan akses masuk imigran ke Amerika Serikat pada pandemi Covid-19 dengan tujuan memperketat angka penyebaran virus. Dengan membawa Partai Republik sebagai acuannya, Trump menekankan bahwa isu imigrasi harus ditangani dengan tepat karena dapat membawa dampak buruk bagi masyarakat setempat. Mengingat bahwa, para imigran dapat merenggut hak-hak yang dimiliki oleh warga lokal. Kebijakan Donald Trump kian diperburuk dengan hadirnya pandemi Covid-19. Trump mulai menghentikan layanan keimigrasian ke Amerika Serikat dengan tujuan melindungi Amerika Serikat dari merebaknya Covid-19, sekaligus memastikan lapangan kerja yang cukup bagi seluruh warganya tanpa ada gangguan dari pihak luar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H