Lihat ke Halaman Asli

Rejeki Mendadak! 3 Triliun!

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Katanya sih kalau rejeki itu gak kemana, seperti layaknya jodoh. Istilah tersebut memiliki arti (tentunya dengan sepemahaman saya) bahwa bila suatu rejeki memang belum ditakdirkan menjadi milik kita, maka ya kemungkinan besar kita juga tidak akan bisa memilikinya, sebesar atau sekecil apapun rejeki itu. Berlaku juga sebaliknya.

Yang paling membuat kesal adalah, jika kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan suatu rejeki namun ternyata rejeki yang kita inginkan itu tidak datang jua. Kalau sudah begitu, maka kita atau saya hanya bisa mengelus dada bahkan bisa sampai memaki-maki, menyalahkan keadaan dan paling parah, mudah-mudahan saya tidak seperti ini, menyalahkan Tuhan. Sementara orang lain akan berkata dengan niat menenangkan hati, "Ya emang bukan rejeki lo itu. Sabar aja..."

Sekarang muncul sebuah pertanyaan dalam diri. Jika ada setumpuk uang, sebutlah tumpukan uang itu bernilai 3 triliun rupiah, kira-kira siapa ya yang berhak mendapatkannya?

Kenapa pertanyaan tersebut bisa keluar dari pikiran saya?

Hmmm... jika dipikir-pikir, pertanyaan tersebut muncul ketika saya melihat kendaraan berplat nomor merah melintas di jalan raya. Kendaraan yang saya rasa cukup mewah. Sebuah sedan yang dari luar saja sudah terlihat mahal apalagi di dalamnya.

Sesaat setelah melihat sedan itu saya berpikir, kok mereka bisa dikasih mobil itu ya atau mungkin lebih tepatnya dipinjamkan mobil itu. Apa esensi dari diberikan atau dipinjamkannya mobil itu? Bisakah itu untuk kepentingan pencitraan atau memang fasilitas yang menyangkut harta mewah memang sudah menjadi hak mereka yang sudah memiliki jabatan tinggi?

Lalu muncul lagi pertanyaan yang sama ketika melihat mobil mewah lainnya yang kali ini tidak berplat merah.

Kenapa ya saya terkadang suka menilai orang-orang yang memiliki harta berlimpah dengan kendaraan yang mereka bawa...? Huuugh....

Seperti waktu ketika saya berada di Jalan Antasari bersama sang kekasih hati. Tiba-tiba saja di samping kami melintaslah mobil sedan besar dan lebar yang berwarna merah dengan velg yang mungkin diameternya berukuran 32". Bukan... bukan... mobil yang saya maksud itu bukan monster truck atau semacamnya, ukuran velg tersebut hanya sebuah gaya hiperbola saya. Mobil yang saya maksudkan itu adalah Ferrari dan wah! pokoknya luar biasa terkesimalah saya dibuatnya.

"Kalo orang yang punya mobil itu kira-kira rumahnya segede apaan ya?" Tanya saya kepadanya.

"Ya pasti gede lah." Jawabnya.

"Udah pasti mobilnya gak mungkin satu juga kali tuh."

Dari peristiwa tersebut saya mulai berpikir kenapa mereka-mereka bisa memiliki mobil yang mewah. Dan ini membuat saya teringat pada percakapan saya dengan teman saya beberapa tahun yang lalu.

Ada beberapa macam faktor yang bisa membuat mereka seperti itu. Entah ini udah pernah saya tuliskan sebelumnya atau tidak di catatan saya yang lain, tapi berhubung masih menyangkut maka boleh saya ulangi kembali.

Seorang teman pernah berkata kepada saya perihal uang atau tajir tumajir.

"Lu tau ga? Orang tajir itu bisa karena 3 faktor." Ujar seorang rekan sekerja.

Sambil menarik segumpal asap rokok dia melanjutkan perkataannya.

"Pertama emang tuh orang dari dasarnya udah kaya... lahir dari keluarga kaya! Terus kedua tuh orang emang kerja keras, jumpalitan teu pararuguh demi berjumput-jumput berlian! Terus yang ketiga ya orang-orang yang menang lotere!"

Dari pembicaraan itu saya berusaha memposisikan orang yang membawa Ferarri itu ke dalam tiga kelas berdasarkan faktor tersebut. Kalau boleh jujur sih, saya menempatkan si empunya mobil ke dalam kelas pertama, turunan orang tajir! Tapi... tidak... tidak... saya harus tetap berpikir positif maka saya kembali memberikan kelas yang baru untuk orang tersebut, yaitu kelas ke tiga, menang lotere!

Jahat sekali saya kalau dipikir-pikir padahal bisa saja dia bekerja keras banting tulang, pukul-pukul daging sampai jadi abon biar bisa mendapatkan rejeki dan berlimpah, dan inilah yang sebenar-benarnya kelas yang saya berikan untuk dia, kelas pertama = pekerja keras!

Pernah pada suatu hari, kecurigaan, pikiran negatif muncul dari pikiran saya, rekan saya dan bos saya terhadap orang yang tajir mampus. Darimana kami tahu kalau orang itu tajir tumajir? Kali ini bukan dari kendaraan yang dia miliki melainkan dari rumahnya yang kami singgahi.

Rumah tersebut luas sekali, seluas dua lapangan bola atau mungkin bisa saja lebih. Luas sekali lah pokoknya. Begitu mobil masuk, seorang penjaga langsung mengarahkan mobil kami agar parkir di halaman bawah. Kami bertiga pun terkesima. Rumah yang besar berada di sebelah kiri kami. Di depan kami terdapat halaman luas lagi yang berisi jajaran pohon pinang. Di tempat kami memutarkan mobil ada sebuah empang.

"Buset siapa nih yang punya rumah??" Tanya saya.

"Ini yang punya rumah pasti koruptor!!!" Jawab bos saya dengan sedikit bercanda

Emang dasar manusia, atau saya saja ya? Selalu saja berpikir negatif terhadap keberhasilan orang.

Kembali lagi ke pertanyaan saya tadi, terlepas dari pikiran-pikiran negative saya itu, siapa ya yang kira-kira berhak menerima setumpuk uang itu? Apakah orang-orang yang sudah kaya dengan harta yang berlimpah? Apakah orang yang sudah berusaha banting tulang sedemikian rupa? Atau apakah orang yang bisa dikatakan belum beruntung?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline