Lihat ke Halaman Asli

Mempertaruhkan Generasi Masa Depan

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Era modernisasi telah membuat anak zaman sekarang kehilangan hak mereka. Terlihat sekarang sudah mulai tumbang kebersamaan, keceriaan, karena tercampur akan dunia orang dewasa. Sekarang, mereka sudah tiap hari dijejali oleh tayangan dewasa yang harusnya tidak mereka lihat pertengkaran orang tua mereka, pornografi, dan hal menyimpang yang belum waktunya mereka lihat.

Suatu hal yang miris jika generasi bangsa ini pada tahun ini saja sudah kehilangan yang harus di jaga, seperti pernyataan Nindya (2014) “zaman sekarang sudah sangat memprihatinkan karena jumlah anak yang masih perawan sekarang hampir punah”. Memang itu suatu tantangan bagi anak zaman sekarang. Pertama, catatan BKKBN (2013) jumlah penduduk Indonesia capai 250 juta orang. Ternyata kenaikan yang signifikan tersebut salah satu faktornya ialah hamil diluar nikah, sekitar 4,8 % untuk usia 11-12 tahun dan 48,1% pada usia produktif, menurut Julianto Witcaksono (2013). Pada tahun lalu saja angkanya sangat memprihatinkan apalagi tahun ini. Semakin habis masa anak-anak yang seharusnya mereka bisa tertawa bersama kawan justru menangis karena tidak bisa mengendalikan nafsu.

Kedua, tontonan yang merusak dan tidak bermutu untuk anak. Baru beberapa hari lalu, di media televisi Indonesia bahwa tayangan kartun “Spongebob” akan di cabut. Hal tersebut menuai kontroversi bagi banyak pihak, khususnya anak-anak. Menurut Deni (2014), “seharusnya bangsa ini melihat lagi mana yang seharusnya di hapus dari tayangan di tv”. Memang kita harusnya berfikir lebih jeli lagi jika sedikit-sedikit hak untuk anak di hapus hanya untuk kepentingan pribadi, maka tinggal lihat sebentar lagi anak-anak akan mengalami depresi tinggi karena hilangnya yang seharusnya ia dapatkan. Tayangan tv Indonesia justru yang merusak moral sementara tayangan missal doraemon, upin-ipin, dll justru di anggap tidak mendewasakan anak.

Ketiga, pendidikan karakter bangsa. Dalam pernyataan BKKBN ”Indonesia butuh penanaman karakter yang sedini mungkin dan pelajaran tentang sex”. Memang benar, selayaknya bangsa ini harusnya memasukkan pendidikan sex sedini mungkin, supaya anak-anak bisa tahu resikonya tanpa harus mencoba. Karakter bangsa yang berbudi luhur harusnya juga di pupuk sejak dini, jangan menunggu semuanya sudah rusak baru diperbaiki, itu sama saja melakukan perbuatan seperti menulis di atas air. Itulah bedanya Indonesia dengan negara luar, negara luar menanamkan ilmu tentang sex ketika kecil dengan lengkap resikonya namun Indonesia ketika masa pubertas. Dan hal itu justru akan menjuruskan ke lembah hitam jika si anak kurangmemahami arti sex dengan resikonya.

Memang era yang serba canggih ini kita seharusnya dapat mengklarifikasi mana yang pantas dan tidak untuk bangsa ini. Sebaiknya pula orangtua juga harus bisa mengendalikan anaknya supaya sesuai harapan, jangan malah sebaliknya, memanjakan anak yang justru itu akan membunuh mereka dengan cepat. Misalnya saja jika masih SD, latih untuk tidak memberikan HP,Tablet dan perangkat lainnya yang akan membuat mereka kehilangan masa kecil yang bahagia. Ganti hal tersebut dengan menabung, ajak bermain dengan teman mereka, dan beri itu semua jika sudah waktunya. Karena justru dengan alat yang belum waktunya dapat membuat si anak akan depresi lebih dini karena permainan tersebut.

Sekarang tinggal bagaimana lingkungan sekolah, keluarga, dapat membuat masa-masa bahagia anak menjadi senyuman, yang kelak mereka berhasil sukses tanpa beban berat yang mereka tanggung di masa kecil. Anak merupakan masa depan bangsa, jika anak-anak sudah hancur di usia dini bagaimana dengan masa depannya? Begitu pula sebaliknya, jika anak dapatkan hak yang benar pada usianya maka Indonesia memang akan tersenyum di masa depan karena mempunyai generasi emas yang akan membawa bangsa ini maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline