Di tengah derasnya arus digitalisasi, Generasi Z hadir bukan sekadar sebagai konsumen teknologi, tetapi juga sebagai pionir perubahan positif di berbagai aspek kehidupan—termasuk ekonomi. Mereka tumbuh di era media sosial, e-commerce, dan akses informasi instan, yang membentuk pola pikir lebih kreatif, inovatif, dan peduli terhadap isu-isu global.
Namun, dunia saat ini tengah dihadapkan pada tantangan besar. Ketimpangan keuangan, dampak perubahan iklim, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi global, yang diperkirakan hanya mencapai 3,1% pada tahun 2024 menurut laporan International Monetary Fund (IMF), menjadi alarm yang tak bisa diabaikan. Di sinilah peran Gen Z menjadi krusial—mereka bukan hanya penonton dalam drama ekonomi dunia, tetapi juga aktor utama yang bisa membawa perubahan nyata.
Lantas, bagaimana Gen Z dapat berkontribusi untuk menciptakan perubahan positif dalam ekonomi? Apakah mungkin bagi mereka untuk benar-benar menjadi agen perubahan yang berdampak besar di tengah tantangan yang ada?
Salah satu jawabannya terletak pada komunitas edukasi keuangan seperti #UangKita. Komunitas ini bukan hanya sekadar sarana belajar mengelola keuangan, tetapi juga jembatan untuk kolaborasi, inovasi, dan aksi nyata. Dengan pendekatan yang inklusif dan relevan dengan gaya hidup anak muda, #UangKita membuka peluang bagi Gen Z untuk mengembangkan keterampilan finansial sekaligus menerapkan prinsip-prinsip ekonomi berkelanjutan.
Potensi Generasi Z dalam Ekonomi Berkelanjutan
Gen Z sering disebut sebagai "generasi masa depan dengan kekuatan masa kini." Mereka bukan hanya digital-savvy, tetapi juga memiliki pola pikir inklusif dan kemampuan adaptasi yang tinggi dalam menghadapi dinamika ekonomi global. Dengan kombinasi unik dari tiga karakteristik utama ini, Generasi Z siap menjadi motor penggerak ekonomi berkelanjutan di Indonesia.
1. Digital-Savvy: Generasi yang Paling Terhubung dengan Teknologi
Di era smartphone dan internet, Gen Z tumbuh dengan perangkat digital di genggaman mereka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hakim et al. (2024), keterampilan digital mereka bukan hanya tentang kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga tentang bagaimana mereka memanfaatkannya untuk menciptakan solusi.
Generasi ini memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi dan alat inovasi. Mereka adalah pengguna aktif platform digital seperti e-commerce, aplikasi produktivitas, dan alat finansial berbasis teknologi. Dengan keterampilan ini, Gen Z mampu mempercepat transformasi digital di sektor ekonomi, dari manajemen keuangan pribadi hingga pengembangan bisnis berbasis teknologi.
Bayangkan: Seorang anak muda di pelosok negeri kini bisa mengelola bisnis online yang melayani pelanggan di seluruh dunia, hanya dengan bantuan smartphone dan koneksi internet yang stabil.
2. Mindset Inklusif: Kesadaran Tinggi Terhadap Keberlanjutan dan Keadilan Sosial
Kesadaran Gen Z terhadap isu lingkungan dan sosial bukan sekadar tren—ini adalah bagian dari nilai inti yang mereka anut. Menurut penelitian oleh Sukeni et al. (2024), Gen Z memiliki kesadaran tinggi terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) dan secara aktif berpartisipasi dalam gerakan keberlanjutan.
Mereka lebih cenderung memilih produk yang ramah lingkungan, mendukung bisnis lokal, dan menghindari perusahaan yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Lebih dari itu, mereka juga aktif dalam kampanye digital untuk meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim dan keadilan sosial.
Fun Fact: 73% Generasi Z bersedia membayar lebih untuk produk yang berkelanjutan dibandingkan produk murah yang merusak lingkungan.