Matahari pagi bersinar dari arah timur, menggebleng para pekerja untuk melanjutkan aktivitas rutinnya. Menyapa burung-burung yang masih berkicau disertai suara indahnya. Terlihat pasangan suami istri yang menempati rumah kontrakan yang sempit, tampak begitu senang akan hadirnya seorang anak yang membuat hari-harinya terasa bahagia. Akan tetapi, pasangan tersebut mengalami perekonomian yang kritis. Sehingga biaya untuk persalinan sang istri masih geleng-geleng untuk di pikirkan.
"Pak, apakah bulan ini biaya untuk persalinan sudah ada?" Tanya sang istri dengan suara yang lemah.
"InsyaAllah Bun, tapi Bunda yang sabar ya, masalah rezeki udah ada yang ngatur"
"Iya, Bunda tau, tapi apakah uangnya sudah terkumpul?"
Pertanyaan seperti itu terus dilontarkan oleh sang istri, sehingga sang suami malas untuk menjawabnya lantaran biaya persalinan belum tersedia. Keseharian sang suami bekerja sebagai sol sepatu keliling, sementara sang istri sebagai Ibu rumah tangga.
Mereka berdua memutuskan untuk pindah ke Desa. Sebab sang suami kesulitan mencari penghasilan tambahan, hingga biaya persalinan pun tidak kunjung ia dapatkan.
"Bun, rencana bapak ingin ke Desa, kalok menurut Bunda gimana?" Sambil memegang pundak sang istri.
"Loh, kok tiba-tiba ngajak pindah ke Desa" Dengan tersenyum memandangi sang suami.
" Ya begitulah Bun, pendapatan bapak di sini cuma seberapa, bisa di hitung setiap harinya. Emang Bunda tidak merasa pendapatan Bapak masih kurang? Ini untuk persalinannya aja Bapak malu, tidak bisa nabung, pendapatannya pas-pasan" Dengan suara sedikit kecewa.
" Bunda tau pak. Tapi apakah bapak sanggup untuk bertahan hidup di Desa? Bapak kan tidak biasa bekerja di sawah"
" Ya kita harus berusaha bun, nanti sedikit-sedikit bapak juga bisa bekerja di Desa"