Lihat ke Halaman Asli

Zoga WisnuDinata

Mahasiswa Aqidah Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Ibnu Bajjah: Filosof Muslim di Era Kejayaan Islam Spanyol

Diperbarui: 29 Desember 2022   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Perkembangan Islam di Andalusia terbagi dalam enam periode, salah satunya pada periode kelima (1086-1248 M) dimana pada periode tersebut kekuatan Islam berasal dari Muslim Afrika Utara, yaitu Dinasti al-Murabithun dan Dinasti al-Muwahhidun. Puncak kejayaan Filsafat Islam di Andalusia terjadi pada masa Dinasti al-Muwahhidun dan menjadi sebuah kajian yang banyak diminati oleh bangsa Barat. Dinasti al-Muwahhidun terbentuk setelah melemahnya Dinasti al-Murabithun yang disebabkan karena kekuasaan setelah wafatnya Yusuf Ibn Tasyfin dipegang oleh pemimpin-pemimpin yang lemah. Selain itu, kondisi juga semakin kacau ketika pimpinan para Fuqoha dipegang oleh seorang sufi yang berpikiran ekstrim dengan ajarannya yang mulai menyimpang dari ajaran al-Qur'an dan Sunnah (muncul paham Tajassum, sebuah paham yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai bentuk seperti tubuh manusia).

 

Bukan hanya itu, kehidupan masyarakat yang mulai materialistis disamping terjadinya stagnasi dalam pemikiran para pengikut Imam Malik yang mengatakan tidak perlu lagi mempelajari Tafsir al-Qur'an dan Hadis. Filsafat Islam juga agak sedikit dihalang-halangi ketika masa itu, tetapi meskipun demikian Ibn Bajjah berhasil menjadi pendobrak lahirnya Filosof Muslim hingga ke generasi berikutnya, seperti Ibn Thufail dan Ibn Rusyd. Para sejarawan juga banyak yang menyebutkan Ibn Bajjah sebagai Filosof Muslim pertama di Andalusia.

Gerakan keagamaan al-Muwahhidun muncul sebagai reaksi atas melemahnya Dinasti al-Murabithun yang dianggap telah melakukan banyak penyimpangan dalam aqidah yang berkembang di Afrika Utara dan berpusat di Marakesy sebagai wilayah Andalus (Spanyol). Dasar utama ajaran al-Muwahhidun ialah iman yang mutlak kepada ke-Esaan Allah SWT., karena itulah para pengikutnya disebut kaum Muwahhidun yang  memiliki arti "orang-orang yang mengimani ke-Esaan Allah SWT secara mutlak". Dinasti al-Muwahhidun mengalami puncak kegemilangan peradaban ketika dipegang oleh Abu Yusuf Ya'qub al-Mansur, bahkan Salahuddin pernah meminta bantuan kepada al-Mansur untuk membantu kaum muslimin dalam perang salib. Pada era khalifah al-mansur juga mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang Ilmu Pengetahuan, tetapi kemudian cukup disayangkan ketika sang khalifah digantikan oleh anaknya yang bernama Abu Ya'qub Yusuf, Ilmu Pengetahuan khususnya pada bidang Filsafat mengalami stagnasi atau kemunduran. 

 

Abu Ya'qub Yusuf yang sangat anti terhadap filsafat memimpin banyak sekali razia terhadap karya-karya yang dianggap berbau filsafat bahkan para filsufnya pun disiksa hingga meninggal. Tetapi terdapat salah satu filsuf yang berhasil selamat dari razia tersebut, yakni Ibn Bajjah yang berhasil melarikan diri dari razia yang dipimpin khalifah saat itu dengan cara Uzlah (menyendiri) ke suatu tempat yang jauh dari pengetahuan khalifah. Disamping itu, beliau juga menyatakan pemikirannya dalam etika dan perbuatan manusia salah satunya konsep tujuan rasio yang didasarkan pada kepuasan berpikir dalam untuk berhubungan kepada Allah SWT., dimana manusia berada pada tingkat sempurna dan pada tahap ini disebut sebagai manusia penyendiri. Selain itu, pada era Dinasti Mutawahhidun kajian filsafat yang paling mendominasi ialah Filsafat Paripatetik yang diwakili oleh Ibn Bajjah.

 

Ibn Bajjah yang merupakan filsuf pertama di Andalusia terkenal dengan nama Abu Bakar Muhammad Ibn al-Saigh, beliau merupakan ahli filsafat, astronomi, matematika, ilmu alam, ilmu kedokteran, sastra arab, bahasa, dan musik. Selain itu, karena ilmu pengetahuannya yang dianggap luar biasa, beliau juga disejajarkan atau dianggap semaqom dengan Ibn Sina oleh sejarawan dan tokoh-tokoh pada zamannya. Beberapa karya Ibn Bajjah, yaitu Risalat al-Wada', Tadbir al-Muwahhidun, Kitab an-Nafs dan Risalat al-Ittisal. Beliau dalam pemikiran filsafatnya banyak terpengaruh oleh beberapa pemikiran filsuf pendahulunya, seperti al-Farabi (870-950 M) dan Ibn Sina (980-1037 M), serta ia juga merupakan komentator pemikiran Aristoteles. Salah satu karya beliau yang berjudul Tadbir al-Muwahhidun (De Regimine Solitarii, rezim sendirian) merupakan karya filsafatnya yang paling terkenal.

Biografi atau Riwayat Hidup Ibn Bajjah

Abu Bakar Muhammad ibn Yahya ibn al-Shaigh ibn Bajjah al-Tujibi al-Andalusi al-Sarakosti atau biasa dikenal dengan nama Ibn Bajjah merupakan Filsuf Muslim pertama di Andalusia. Masyarakat Eropa maupun luar Eropa yang masih dalam kawasan Barat memanggil nama beliau dengan sebutan yang berbeda-beda sesuai dengan logat wilayah mereka. Di wilayah Andalusia, Ibn Bajjah terkenal dengan nama Abu Bakar Muhammad ibn al-Shaigh atau Ibn Bajjah yang memiliki arti "Anak dari Tukang Emas" , sedangkan orang-orang di Eropa sendiri menyebutnya dengan sebutan Avempace atau Avenpace yang dalam Bahasa Eropa memiliki arti "Perak". Untuk nama al-Tujibi sendiri berasal dari nama keluarganya, yakni keluarga al-Tujib, sedangkan nama al-Sarakosti dinisbahkan kepada nama tempat kelahirannya, beliau lahir di Saragosa pada 1082 M, lalu setelah itu ia hidup di Sevilla, Granada, dan Fas, beliau wafat pada 1138 M di Fez, Maroko. Beliau memiliki perbedaan dengan al-Ghazali dalam cara memperoleh kebenaran. Menurut Imam al-Ghazali, kebenaran hakiki hanya dapat diperoleh dengan ilham, sedangkan menurut Ibn Bajjah sendiri ialah harus melalui kekuatan akal pikiran, bagi beliau manusia harus menjadi panutan masyarakatnya dan bukan tenggelam terbawa arus masyarakatnya.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline