Lihat ke Halaman Asli

Saatnya Perbedaan (Pilpres) Kita Nolkan…

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PILPRES kali ini adalah pesta demokrasi bagi 250 juta rakyat Indonesia. Pilres bukan berbicara tentang siapa calon presiden. Tapi lebih dari itu, siapa yang patut memimpin negara kepulauan terbesar di dunia ini.

Tentulah untuk memimpin sebuah bangsa ini dibutuhkan pemimpin yang sudah benar-benar teruji. Teruji dari segi apapun. Tidak saja kemampuan memimpin, tapi juga rekam jejak, serta semua yang menyangkut latar belakang. Serta lolos dari seleksi "alam".

Tak bisa dielakkan, pribadi seorang pemimpin wajib bisa dibaca atau dipahami rakyatnya. Agar kelak komunikasi rakyat dengan pemimpin tak canggung.

Pilpres 9 Juli 2014 ini akan berhadapan anak bangsa, Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Keduanya tentu saja memiliki latar belakang yang jauh berbeda dan patut diketahui. Bagaimana kita memilih kalau kita hanya tahu nama calon presiden, tapi tak tahu siapa dia. Naif sekali.

Pemilihan presiden ini jelas tidak sama dengan pemilihan wakil rakyat atau anggota dewan. Tidak pula memilih bupati, wali kota, atau gubernur. Seleksinya harus jauh lebih ketat. Tak sekadar setingkat provinsi, tapi ada penduduk di 33 provinsi yang akan ikut menyeleksi.

Pilpres kali ini sangat ketat. Tak seperti tahun lalu yang penuh puja puji. Di tengah perjalanan, kita mulai canggung, kesannya semakin lama presiden kita semakin asing bagi rakyatnya.

Kali ini, ada fenomena yang berbeda. Pilres yang sangat ketat. Ketatnya terlihat dari reaksi atau respon masyarakat yang sangat tinggi. Tidak saja memuji capres masing-masing, tapi juga mengkritik dengan berbagai cara. Mulai dari kampanye kreatif, negatif, hingga kampanye hitam.

Suara-suara itu muncul dari berbagai tempat. Dari dinding-dinding media sosial, media massa, serta berbagai elemen masyarakat. Mereka semua merasa terlibat.

Tidak saja masyarakat awam, namun kalangan profesional tak segan lagi melontarkan kritik tajam, kampanye negatif, pada kedua capres.

Melihat partisipasi rakyat yang begitu besar. Harusnya, semua kritik dan kampanye negatif bahkan kampanye hitam sekalipun, bisa menjadi sebuah pembelajaran di alam demokrasi ini. Kita hanya perlu berharap, dari proses itu, tidak ada darah yang menetes di Tanah Air ini.

Semua jenis kampanye memang tak bakal lepas dari sebuah pesta demokrasi seperti pemilihan capres ini. Amerika Serikat akrap sekali dengan jenis kampanye hitam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline