Eh, sobat millenial dan boomer! Pernahkah kalian merasa ketinggalan zaman saat melihat anak Gen Z dengan kemampuan stalking yang melebihi agen FBI? Jangan khawatir, kamu tidak sendirian. Mari kita bahas fenomena stalking ala Gen Z yang bisa bikin Sherlock Holmes gigit jari!
Apa Itu Stalking ala Gen Z?
Bayangkan ini: kamu baru saja berkenalan dengan seseorang di pesta. Dalam hitungan menit, si anak Gen Z sudah tahu nama nenekmu, apa yang kamu makan 3 tahun lalu, dan mungkin juga warna celana dalam favoritmu. Oke, mungkin sedikit berlebihan, tapi you get the point!
Stalking ala Gen Z bukan sekadar mengintip profil media sosial. Ini adalah seni mengumpulkan informasi dari berbagai platform digital dengan kecepatan dan ketelitian yang menakjubkan. Dr. Danah Boyd, peneliti senior di Microsoft Research, menyebutnya sebagai "networked privacy", di mana batas antara informasi publik dan privat menjadi sangat kabur di era digital.
Stalking ala Gen Z: Lebih Canggih dari Gadget Terbaru
1. Google Master
Gen Z bisa menemukan informasi tentangmu hanya dengan namamu dan kota kelahiranmu. Bahkan mungkin mereka tahu tentang dirimu lebih banyak dari yang kamu ingat!
2. Social Media Ninja
Dari Instagram sampai TikTok, tidak ada yang luput dari pengamatan mereka. Bahkan akun pribadimu yang sudah kamu kunci rapat-rapat pun bisa mereka tembus.
3. Reverse Image Search Expert
Foto profilmu di WhatsApp bisa membawa mereka ke akun Friendstermu yang sudah lama terlupakan. Yes, that old!
4. LinkedIn Lurker
Siapa bilang LinkedIn hanya untuk para profesional? Gen Z menggunakannya untuk mencari tahu tentang karier, pendidikan, bahkan koneksimu.
5. Spotify Stalker
Playlist favoritmu bisa jadi sumber informasi yang sangat berharga bagi mereka. Jadi, hati-hati dengan lagu galau yang kamu dengarkan berulang-ulang!
Mengapa Gen Z Jago Banget dalam Hal Stalking?
1. Digital NativesGen Z tumbuh besar dengan teknologi. Bagi mereka, internet adalah udara yang mereka hirup setiap hari. Penelitian dari Pew Research Center menunjukkan bahwa 95% remaja memiliki akses ke smartphone, dan 45% mengatakan mereka online "hampir terus-menerus".