Lihat ke Halaman Asli

Zein Muchamad Masykur

UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto

Dilema Hari Esok: Benang Kusut Prokrastinasi di Era Digital

Diperbarui: 18 Juli 2024   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah Anda berjanji pada diri sendiri untuk memulai tugas penting, hanya untuk berakhir menonton video kucing lucu di YouTube selama berjam-jam? Jika ya, selamat datang di klub prokrastinator! Fenomena menunda-nunda pekerjaan ini bukanlah hal baru, tapi di era digital yang serba cepat dan penuh godaan, prokrastinasi seolah menjadi epidemi yang mewabah di kalangan profesional muda hingga mahasiswa.

Bayangkan saja, Anda memiliki deadline penting besok pagi. Alih-alih fokus menyelesaikan tugas, Anda malah asyik scrolling media sosial, binge-watching serial Netflix terbaru, atau bahkan sibuk membersihkan kamar yang sebenarnya masih cukup rapi. Kedengarannya familiar? Yap, itulah wajah prokrastinasi di zaman now.

Tapi tunggu dulu, sebelum kita menghakimi diri sendiri sebagai makhluk pemalas nan tak bertanggung jawab, mari kita telusuri lebih dalam apa sebenarnya yang terjadi di balik perilaku menunda-nunda ini. Apakah ini murni masalah disiplin diri, atau ada faktor lain yang turut berperan?

Akar Masalah: Kenapa Kita Suka Menunda?

Pertama-tama, penting untuk dipahami bahwa prokrastinasi bukanlah sekedar kemalasan.

Dr. Piers Steel, seorang profesor di University of Calgary yang telah meneliti prokrastinasi selama lebih dari dua dekade, menjelaskan bahwa perilaku ini sebenarnya merupakan konflik antara sistem limbik otak (yang menginginkan kepuasan instan) dan korteks prefrontal (yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pengambilan keputusan).

Dalam konteks modern, konflik ini semakin diperparah oleh beberapa faktor:

1. Overload Informasi: Di era digital, kita dibanjiri informasi dari berbagai sumber. Hal ini bisa membuat kita merasa kewalahan dan sulit fokus pada satu tugas.
2. Fear of Failure: Ketakutan akan kegagalan sering kali membuat kita menunda memulai atau menyelesaikan proyek penting.
3. Perfeksionisme: Keinginan untuk menghasilkan karya sempurna bisa menjadi bumerang yang justru menghambat produktivitas.
4. Kurangnya Self-Regulation: Kemampuan untuk mengatur diri sendiri, terutama dalam menghadapi godaan digital, menjadi kunci penting dalam mengatasi prokrastinasi.
5. Instant Gratification: Media sosial dan platform hiburan online menawarkan kepuasan instan yang sulit ditolak, terutama ketika kita dihadapkan pada tugas yang membosankan atau menantang.

Dampak Prokrastinasi: Lebih dari Sekadar Terlambat

Mungkin Anda berpikir, "Ah, toh pada akhirnya tugas selesai juga. Apa masalahnya?" Sayangnya, dampak prokrastinasi bisa jauh lebih serius dari sekadar keterlambatan submission. Beberapa konsekuensi yang sering terabaikan antara lain:

1. Stres dan Kecemasan: Menunda pekerjaan seringkali menciptakan tekanan mental yang tidak perlu. Bayangkan perasaan panik ketika Anda harus menyelesaikan tugas seminggu dalam semalam!
2. Penurunan Kualitas Kerja: Ketika dikerjakan terburu-buru, kualitas output cenderung tidak maksimal. Hal ini bisa berdampak pada reputasi profesional atau akademis Anda.
3. Missed Opportunities: Prokrastinasi bisa membuat Anda melewatkan peluang-peluang penting, baik dalam karir maupun kehidupan pribadi.
4. Efek Domino: Satu tugas yang tertunda bisa mempengaruhi jadwal dan kinerja tugas-tugas berikutnya, menciptakan siklus negatif yang sulit diputus.
5. Dampak pada Kesehatan: Stres kronis akibat prokrastinasi dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental jangka panjang.

Melawan Arus: Strategi Mengatasi Prokrastinasi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline