Tepat jam 12 saat aku menulis ini, tepatnya saat nunggu makan siangku
Pagi ini aku telat lagi. Kalau kemarin aku nyaris telat karena naik angkot yang nurunin aku bukan di tempat tujuan, sekarang aku telat karena keteledoranku sendiri. Kalau dahulu, aku baru berangkat ke kantor sekitar jam 10 atau jam 11. Sekarang, aku harus berangkat lebih pagi, yakni jam 8 pagi, karena jam masuk kantorku yang baru adalah pukul 8.30. Padahal kalau dulu, saat jam 8 pagi aku masih asik jogging atau ngebantu ortu. Yah, aku masih kesulitan mengatur jadwalku yang baru. (alasan kllise)
Dulu juga aku berpikir kalau berangkat jam 8 atau jam 9 pagi jalanan masih sepi. Ternyata, mau berangkat jam 7 atau jam 8, jalanan sama aja macetnya. Hehehe.. ya begitu lah. Jadinya, aku ngerasa bekerja di kantor yang baru ini menuntutku harus lebih disiplin. Selain itu, aku juga kembali belajar menjadi pribadi yang tekun. Tekun yang kumaksud adalah memanfaatkan waktu sebaik mungkin dan mengisinya dengan hal bermanfaat ketimbang nge-net nggak jelas. Ops, maksudku nge-net itu bukan kegiatan nggak jelas, sangat jelas kok asal kita benar-benar memanfaatkannya sebaik mungkin, bukan sekadar melototin layar monitor dengan ngeliat timeline aja. Makanya, sekarang,waktu luangku pun banyak kuisi dengan membaca dan diskusi.
Oya, tadi pagi salah satu rekanku di kantor bernama Vandi nunjukin hasil liputannya. Ya, kerja di televisi yang berkonten sosial juga harus terbiasa menghadapi orang-orang yang hidupnya jauh dari kata sejahtera. Nah, dia memperlihatkan video kisah seorang nenek usia 70 tahun yang merupakan seorang difabel (Difabel singkatan dari different abilities people yakni orang dengan kemampuan berbeda. Difabel menjalankan aktivitas hidup dengan kondisi fisik dan atau mental dengan orang kebanyakan)
Oke, nenek yang difabel ini hidup berdua dengan saudara kandungnya yang lumpuh akibat stroke. Asli, sedih banget melihatnya. Abis itu, Vandi nunjukin kehidupan Nek Masni yang terdapat luka melebar di sebagian kepalanya. Nek Masni yang keadaan ekonominya rendah hidup berdua dengan cucunya dan mendapat makan dari belas kasihan tetangga-tetangganya.
Ya Allah, masih dua kisah itu udah buat aku nyaris nangis bombay pagi tadi. Gimana nanti kalau aku sendiri yang meliput mereka? Allah pasti punya rencana lain buat mereka. Meski sedih, tapi aku semakin bersyukur dengan apapun yang kupunya sekarang. Allah masih melengkapi aku dengan tubuh yang sempurna. Aku masih dikelilingi dengan orang-orang yang menyayangi aku. Aku masih punya orang tua yang alhadulillah masih sehat. Alhamdulillah untuk semua nikmat yang Kau beri Rabb…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H