Lihat ke Halaman Asli

Bonek Ala Supporter Turki (Turki 1)

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak ingin menyinggung tentang kisruh sepakbola di tanah air yang sejatinya sudah melegakan semua pihak pasca kisruh beberapa waktu lalu. Tapi, apa hendak dikata sepakbola kita seperti tarik ulur tanpa henti. Lupakan itu! Lupakan sejenak tentang kisruh sepakbola itu. Begini, ada sedikit cerita yang hendak saya bagi kepada publik kompasiana yang belum lama ini tengah menggelar gawe besar "Kompasianival", meski tidak hadir di acara tersebut tapi terasa sekali kehangatan begitu terlihat pada diri kompasianers dan admin dalam satu arena, dan untuk acara itu selamat kepada panitia karena acara sukses besar sepertinya. Cerita ini, sudah lama ingin saya share, tapi karena jetlag terlalu lama dan sibuk dengan urusan administrasi sana-sini di negara orang, maka kali ini jetlag itu sudah hilang. Tentang sisi lain sepakbola Turki. Jangan tanya soal kualitas sepakbola Turki. Baik dari sisi organisasi sepakbola sampai bagaimana mereka bermain. Mereka termasuk salah satu negara yang disegani di pentas Eropa dan Dunia. Semua pencinta bola tentu saja masih ingat ketika Turki menjadi tim underdog pada piala dunia 1999 dan tahun-tahun berikutnya, generasi Hamit Altintop, Hasan Sas dan seterusnya adalah nama yang menjadi bintang kala itu, hingga hari ini generasi penerusnya tidak pernah berhenti. Cerita terhangat dari sepakbola turki adalah, mereka tersingkir pada laga kualifikasi piala eropa 2012 dibawah naungan pelatih Guus Hiddink. Gagal lolos Gus Hiddink mengundurkan diri. Selain itu, klub wakil turki di liga champions Tranbzondspor dan Besiktas masih terlalu susah menembus juara-juara  liga elit eropa semisal inggris, italia, atau spanyol, mereka kalah bersaing dan kalah point dari Inter Milan, praktis mereka kini harus puas berlaga di kasta kedua liga eropa bertemu nama besar MU, MCity, Porto, dkk. Bicara soal supporter, Turki dengan klub-klub profesionalnya tidak jauh berbeda dengan sepakbola di tanah air. Masing-masing klub memiliki suporter fanatik baik berdasarkan basis kedaerahan ataupun faktor penampilan. Misalnya, Galatasaray tempat Roberto Carlos mengakhiri sisa karirnya, punya basis pendukung di kota galatasaray (bagian dari kota Istanbul), tapi tidak menutup kemungkinan galatasaray juga memiliki pendukung dari kota lain karena menganggap klub ini bermain baik dan stabil dari tahun ke tahun. Bonek-isme Ketika pertama kali sampai di Istanbul dan hendak berangkat ke kota Bursa, di perairan yang menghubungkan Turki bagian Asia dan Turki bagian Eropa ada hal menarik terlihat ketika  para suporter tengah berkumpul di pinggiran dermaga kapal, saat itu sekumpulan pendukung berseragam Fenerbahce berbaris sambil bernyanyi lagu kebangsaan tim mereka, tadinya saya berfikir mereka hanya akan bernyanyi menyambut pertandingan besar tim mereka kontra Besiktas. Namun, jawabannya baru saya ketahui setelah sebuah kapal ferry merapat ke dermaga. Apa yang terjadi? Ratusan supporter Fenerbahce berteriak-teriak ke arah pendukung Besiktas, mereka melempar botol air mineral ke arah pendukung Besiktas!! Apakah pendukung Besiktas diam saja? Tidak, justru pendukung Besiktas balik menyerang dengan melemparkan botol air mineral dan benda-benda padat lainnya sambil teriak dengan bahasa turki yang saat itu masih belum saya pahami sedikitpun. Insiden itu dibenarkan teman dari Turki yang kebetulan pendukung Fenerbahce. Kata dia, aksi seperti itu memang sering terjadi jika kedua suporter bertemu. Akibatnya, polisi dibikin repot, karena harus menengahi kedua pendukung klub yang malam itu akan bertanding merebut posisi klasemen di liga utama turki. Tak ketinggalan pewarta berita stand by ditengah-tengah suporter juga. Dari jauh terlihat beberapa suporter diamankan polisi, sepertinya yang ditangkap adalah mereka yang membawa senjata tajam atau berpotensi memperkeruh suasana. Selain Polisi dan Wartawan, yang kena efek dari kejadian ini adalah warga umum yang hendak menggunakan fasilitas transportasi. Kala itu, saya dan kawan-kawan dari Indonesia tidak bisa menggunakan kapal ferry dari untuk menjangkau kota Bursa karena untuk alasan keamanan dermaga penumpang ditutup lebih awal. Jadilah kami menggunakan jalur darat dengan jarak tempuh sedikit lebih lama tentu saja. Saat itu, saya mereka, bola dimana saja memiliki cerita tidak jauh berbeda. Solidaritas suporter dibawah bendera yang sama membuat mereka begitu erat ikatannya. Bahasa bola telah melampaui sekat-sekat identitas mereka. Tak peduli apa pilihan politik mereka tapi jika untuk urusan bola, bola lebih utama, barangkali itu yang bisa disimpulkan dari kejadian suporter saling lempar itu. Tiba-tiba saja saat itu saya teringat dengan kejadian-kejadian di tanah air, ketika klub seperti Persebaya dengan pendukung setianya bernama Bonek bertandang ke Jogja, mereka pasti mengundang khawatir banyak pihak, polisi, warga biasa, menteri olaharaga, menteri perhubungan bahkan presiden dibikin khawatir oleh ulah mereka. Bayangkan, dengan modal nekat biasanya Bonek datang dengan memenuhi gerbong kereta ekonomi dari surabaya tujuan jogja, bisa dengan ongkos, tapi jika tidak ada ongkos akan dibayari ongkos oleh sesama boneknya, tapi jika tidak ada ongkos sama sekali, pasti nekat naik kereka ekonomis itu, diatas gerbong tidak mengapa asal bisa nonton Persebaya. Sesampai di Jogja suporter seperti ini biasanya akan menjadi perhatian ekstra aparat kepolisian dan warga karena ulah jail mereka sering diluar batas. Ulah suporter Bonek dan suporter klub lain yang saling serang sudah menjadi cerita umum, biarlah anda sendiri mencari kliping beritanya tentang semua itu. Satu kata yang bisa disimpul dari supporter bola adalah, dibelahan dunia manapun bola memiliki bahasa yang sama. Loyalitas dan kebersamaan adalah kebanggaan pada masing-masing mereka. Hooligan sebagai pendukung fanatik sepakbola Inggris bukan sekedar kenekatan, tetapi sekali waktu loyalitas mereka bisa diuji melebihi loyalitas yang tidak dimiliki orang-orang partai politik tentu saja. Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline