Kematian Yahya Sinwar telah membuka babak baru dalam sejarah Hamas. Sebagai sosok kunci yang memimpin organisasi selama beberapa tahun terakhir, Sinwar meninggalkan warisan yang kompleks dan kontroversial. Artikel ini akan melakukan perbandingan mendalam antara kepemimpinan Sinwar dengan pendahulunya, Ismail Haniyeh, untuk mengidentifikasi perbedaan dan kesamaan yang signifikan. Analisis ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang dinamika internal Hamas dan implikasinya bagi konflik Palestina-Israel.
Ketegasan pada Sosok Sinwar
Sinwar dikenal sebagai sosok yang lebih militan dan tegas dibandingkan Haniyeh. Ia lebih fokus pada perlawanan bersenjata dan membangun aliansi regional. Haniyeh, di sisi lain, lebih menekankan pada diplomasi dan membangun citra Hamas yang lebih moderat Hamas didasarkan pada ideologi Islam. Kepemimpinan Hamas sering mengutip Al-Qur'an dan hadis sebagai landasan legitimasi kekuasaan dan tindakan politik mereka. Perlawanan terhadap pendudukan Israel merupakan inti dari identitas Hamas, Kepemimpinan Hamas selalu menekankan pentingnya perjuangan bersenjata untuk membebaskan Palestina.
visi strategis sinwar
Sinwar memiliki visi yang lebih jangka panjang untuk Hamas, yaitu membangun perlawanan yang kuat dan mandiri. Haniyeh lebih fokus pada isu-isu kemanusiaan dan pembangunan di Gaza. Sinwar juga aktif membangun aliansi dengan kelompok-kelompok perlawanan lainnya di kawasan, seperti Hizbullah dan kelompok-kelompok bersenjata di Suriah. Aliansi ini bertujuan untuk memperkuat posisi Hamas dalam konflik regional Meskipun menekankan perlawanan bersenjata, Sinwar juga melakukan diplomasi dengan negara-negara yang mendukung Palestina, seperti Turki, Qatar, dan Iran. tujuannya adalah membebaskan seluruh wilayah palestina dari pendudukan israel dan meyakini bahwa perlawanan bersenjata adalah satu-satunya cara efektif untuk mengusir pendudukan Israel. Ia telah meningkatkan intensitas serangan terhadap Israel sebagai bagian dari strategi ini.
implikasi masa depannya
implikasi positif bagi masa depannya adalah untuk fokus pada perlawanan yang telah berhasil membangkitkan semangat juang rakyat Palestina, terutama di Gaza. Hal ini dapat memperkuat persatuan nasional Palestina dan memperlemah posisi Israel, penguatan positif bagi,kekuatan politik yang lebih kuat dan disegani di kawasan. Hal ini memberikan Hamas lebih banyak pengaruh dalam negosiasi politik di masa depan, dan juga mendapat dukungan yang lebih besar pada negara terutama di kawasan Timur Tengah, telah memberikan dukungan yang lebih besar kepada Hamas. Hal ini dapat memberikan sumber daya tambahan bagi Hamas untuk melanjutkan perjuangannya. implikasi negatifnya Fokus pada perlawanan bersenjata dapat meningkatkan risiko terjadinya eskalasi konflik yang lebih luas dan berdampak pada stabilitas regional, meningkatkan intensitas blokade terhadap Gaza sebagai respons terhadap tindakan Hamas. Hal ini dapat menyebabkan penderitaan kemanusiaan yang lebih besar bagi warga Gaza, Dan Fokus pada perlawanan bersenjata dapat mendorong munculnya kelompok-kelompok ekstremis yang lebih radikal di dalam Hamas.
******
(* Penulis : Ziya Ali Ridho, Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H