Lihat ke Halaman Asli

Self-Diagnose Terkait Mental Health di Era Digital

Diperbarui: 30 April 2023   22:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Setiap harinya, pasti kita disuguhi dengan konten-konten dari media sosial yang bervariasi, termasuk kewaspadaan terhadap Mental Health Issues atau Isu - Isu Kesehatan Mental. Karena dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang, Mental Health tentunya tidak bisa disepelekan. Jika terabaikan, masalah Mental Health dapat memicu gangguan yang lebih serius, seperti kecemasan, depresi, dan bahkan bunuh diri. Terutama di era digital, di mana konten-konten media sosial dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Maka dari itu, penting untuk memahami dan mengatasinya.

Terkait dengan munculnya konten-konten media sosial yang membahas isu-isu kesehatan mental, masyarakat mulai menyadari pentingnya memperhatikan Mental Health di era digital saat ini. Kehidupan yang semakin sibuk dan terhubung dengan teknologi dapat memicu stres dan kecemasan yang berlebihan, sehingga membuat orang semakin memerlukan perhatian terhadap Mental Health mereka. Di samping itu, semakin banyaknya kasus Mental Health Issues yang terjadi di era digital juga memperkuat kesadaran akan pentingnya menjaga Mental Health sejak dini.

Namun, tak sedikit juga orang yang melakukan Self-Diagnose terkait masalah yang ada di kehidupan mereka, Self-Diagnose yang berarti diagnosa diri sendiri dalam bahasa Indonesia, adalah mengidentifikasi penyakit anda sendiri menggunakan informasi yang diperoleh dari internet tanpa melibatkan seseorang yang profesional dalam hal tersebut. 

Umumnya, seseorang yang melakukan Self-Diagnose hanya memerlukan dukungan medis atas hal yang mereka khawatirkan, namun hal itu bisa menjadi hal yang buruk karena Self-Diagnose dapat menyebabkan diagnosa yang tidak akurat. Diagnosis yang tidak akurat dapat mengarah pada pengobatan yang salah, dan bahkan dapat memperburuk kondisi Mental Health seseorang. Selain itu, Self-Diagnose juga dapat menimbulkan kecemasan yang berlebihan dan membuat seseorang menjadi terobsesi dengan kondisi Mental Health-nya.

Sebagai contoh, ketika merasa susah fokus, Anda melakukan searching di sebuah platform untuk mencari dukungan dari kondisi yang sedang dialami, hasil searching itu mengkaitkan dengan satu kondisi Mental Illness, sebut saja ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Karena merasa relate dengan gejalanya, tanpa ada konsultasi dengan ahli, Anda mendiagnosa diri anda dengan kondisi mental tersebut untuk kedepanya, padahal bisa jadi “tidak fokus” yang di alami adalah dampak dari rasa lelah saja. Self-Diagnosis seperti ini yang memperburuk keadaan sehingga memunculkan bahaya. Oleh karena itu, lebih baik jika berkonsultasi dengan professional untuk melakukan diagnosis yang akurat dan pengobatan yang sesuai.

Sebenarnya yang cukup dilakukan adalah aware atau waspada, kita harus menyadari pentingnya Mental Health untuk sesama dan juga mengurangi diskriminasi terhadap mereka yang ter-diagnosa. Melansir dari Pertamina, dr. Sylviana Evawani, Sp. KJ, seorang Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RSPP, mengatakan bahwa self care, jiwa yang bebas dari ketegangan, bersosialisasi, melakukan hal yang di senangi dan juga aktualisasi diri adalah bentuk dari kewaspadaan terhadap Mental Illness. Jika Anda telah melakukan searching dan merasa telah menemukan kemungkinan diagnosis, bicaralah dengan profesional untuk memastikanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline