Akhir-akhir ini, Pemerintah Aceh serius dalam mencegah penularan Covid 19, tentu hal ini sangat diperlukan dalam menangani dan menjaga kesehatan masyarakat khususnya Aceh. Dalam beberapa kegiatan yang dihadiri Pemerintah Aceh di Jakarta, dalam hal ini Plt Gubernur Aceh selalu berbicara tentang Covid 19 serta mekanisme penanggulangan, bak orang berkata mencegah lebih baik dari mengobati, baik di media sosial maupun media cetak. Tentu dalam hal ini patut diapresiasi atas kesiapan Pemerintah Aceh dalam mencegah penularan Covid 19.
Hal yang patut disayangkan adalah keluarnya himbauan dari Plt Gubernur Aceh bahwa proses belajar mengajar diliburkan selama 14 (empat belas) hari mulai (16-30 Maret 2020). Tentu hal ini menjadi problem bagi penggiat pendidikan, waktu 14 hari bukan waktu yang sedikit bagi anak-anak untuk berhenti mengikuti proses belajar mengajar. Sejatinya yang dinginkan adalah pembatasan kegiatan disekolah bukan peliburan sekolah.
Himbauan Pemerintah Aceh bernomor 440/4989 kepada pelaku pendidikan dengan harapan agar melakukan proses belajar mengajar dirumahkan. Ini merupakan sarat diskriminasi dan pembodohan publik bagi pelajar dan masyarakat umumnya. Salah satu point yang tertulis dalam himbauan tersebut adalah "pimpinan satuan pendidikan agar meminta pendidik (guru, teungku dayah, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lainnya untuk memberikan tugas pekerjaan rumah bagi peserta didiknya melalui media daring (online) atau media lainnya".
Bagaimana nasib pelajar didaerah pedalaman yang tidak terjamah oleh Covid 19 dengan himbauan Plt Gubernur Aceh ? Semestinya dikhusukan sekolah mana saja yang perlu diliburkan agar tidak berefek kepada pelajar, yang nantinya pelajar akan menghabiskan waktu libur dengan bermain atau bersama keluarga dirumah. Tentunya waktu libur yang diberikan akan dimamfaatkan oleh para peserta didik tidak terkecuali keluarga, bahkan sampai kepada pelaku pendidikan dengan liburan bersama keluarga, paling tidak liburan didalam kota.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Kadis Pendidikan Aceh dengan menghimbau bahwa mulai besok (16 Maret 2020) sekolah diliburkan. Merespon intruksi dari Plt gubernur terkait himbaun yang disampaikan oleh Plt gubernur Aceh. Kabar tersebut beredar melalui berita online yang disebarkan melalui media sosial (facebook dan twitter) mulai semalam pada pukul 23:15 WIB. Hal ini merupakan kelatahan pemerintah dengan mengeluarkan instruksi tersebut.
Pencegahan Covid 19 sudah menjadi kewajiban pemerintah, penulis juga mendukung upaya yang dilakukan, namun jangan terlalu latah dalam mengambil sikap, sehingga mengorbakan masa depan pelajar. Tentunya banyak pihak yang menjadi korban, diantaranya pelajar, pedagang jajanan disekolah yang sudah menjadi mata pencahariannya sehari-hari, pelaku usaha pasar kecil otomatis terhenti dan pendapatanya juga berkurang akibat limit waktu libur yang ditentukan terlalu lama.
Niat baik dari Pemerintah Aceh dengan meliburkan sekolah dengan asumsi agar terhindar dari Covid 19. Hemat penulis bukan ada niat baik melainkan latah dengan isu yang berkembang di Indonesia dewasa ini, sehingga mengeluarkan surat edaran yang dinilai mengorbakan proses belajar mengajar. Semestinya himbauan yang dimaksud dikhususkan kepada sekolah-sekolah yang dekat dengan pusat kota atau terletak pada pusat keramaian serta sering dikunjungi oleh warga Asing.
Banyak informasi yang selama ini menyesatkan publik, atau bisa dianggap menyebar Hoaks secara terbuka, dengan membuat judul berita yang aneh dengan tujuan menarik pembaca justru ketakutan yang didapatkan, sehingga membuat masyarakat merasa takut dan cemas akibat informasi yang disampaikan. Misalnya informasi yang disampiakan bahwa ada 2 warga aceh yang terpapar Covid 19, yang baru pulang dari luar negeri, setelah diperiksa dan dikarantina beberapa hari di RSU ZA Banda Aceh hasilnya negatif, jauh panggang dari api.
Semestinya yang perlu dikarantina adalah Plt gubernur dulu karena baru pulang kunjungan kerja dari luar negeri. Pemerintah Aceh dalam hal ini Plt Gubernur Aceh telah membuat publik gaduh dengan menyampaikan bahwa dua warga aceh positif Covid. Sehingga mulai dari warga yang duduk di peulokoh desa hingga pejabat publik sibuk bicara Covid 19.
Antisipasi perlu dilakukan di Bandara, Terminal Bus terutama sekali terhadap pendatang baru di Aceh, baik wisatawan Asing maupun Warga Aceh yang baru kembali dari luar negeri. Kalaupun nantinya berdasarkan hasil pemeriksaan ada yang mengalami gejala yang hampir mirip dengan ciri-ciri Covid jangan diekspos dan dijust bahwa Positif Covid, dikhawatirkan korban nantinya akan dikucilkan serta menjadi buah bibir masyarakat seperti kasus yang telah penulis uraikan diatas dan akan berdampak buruk bagi Pelajar dan Masyarakat.
Untuk mencegah menyebarnya Covid 19 pengamanan yang perlu dilakukan dan diperketat misalnya di Bandara, perbatasan Medan, Terminal Bus, Sekolah-sekolah tertentu dan tempat lain yang dianggap rawan tertularnya Virus mematikan ini sesuai dengan SOP yang ditetapkan. Yang terjadi justru sebaliknya agar semua sekolah/ madrasah diliburkan, ini akan menghentikan proses belajar mengajar pelajar yang jauh dari penyebaran Covid 19. Antisipasi yang sudah dilakukan cukup sigap dengan menyiapkan kamar isolasi untuk Pasien Positif Covid 19, sekali lagi diulang jangan latah dalam mengambil keputusan.