Sebelum beranjak lebih jauh tentang sekolah, ada baiknya kita memahami pengertian sekolah itu sendiri, definisi sekolah menurut Om Wikie sekolah itu sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa di bawah pengawasan guru. Sekolah berasal dari bahasa latin yaitu skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak ditengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Jadi jika dibuat story-nya berdasarkan definisi tersebut, sekolah diselenggarakan karena anak harus belajar. Untuk belajar diperlukan pengawas, yaitu guru. Kenapa tidak orang tua ? Karena orang tua harus mencari uang untuk keperluan keluarga, sehingga harus ada orang yg dibayar untuk mengawasi proses anak belajar. Lalu kenapa harus dilembagakan dalam bangunan sekolah ? ya, sebenarnya sebuah kamar juga bisa menjadi sekolah seperti model one-room school jaman baheula, tapi jumlah orang tua yang tidak sanggup mengajari sendiri anaknya semakin bertambah dan anak-anak yang datang ke sekolah semakin banyak, maka kelas pun bertambah dan jadilah sekolah ! Timbul dibenak penulis mengapa kita harus belajar? Bila seorang anak Sekolah Dasar di ijinkan untuk menjawab, maka ia akan menjawab "supaya PINTAR pak guru!". Lalu kalau sudah pintar apakah kita akan berhenti belajar?. Bagi mereka setidaknya belajar memiliki tujuan yang jelas yaitu belajar sampai pintar. Bila sudah pintar di bidang yang satu mungkin kita bisa belajar kebidang selanjutnya. Manusia menurut historinya belajar secara informal melalui keluarga, alam dan lingkungannya. Lalu kegiatan belajar mengajar melembaga menjadi sebuah badan non formal karena adanya orang yang memiliki ilmu lebih ketimbang yang lainnya, yaitu guru, alim ulama, padhita, atau yang lainnya. Ilmu yang lebih itu kebanyakan adalah tentang pemahaman hidup atau nilai-nilai hidup. Lalu kenapa sekolah menjadi milik Negara atau dikontrol Negara ? Barangkali karena pendidikan tidak bisa dilepaskan dengan politik. Tapi, dengan berubahnya status sekolah menjadi status milik negara, maka belajar di sekolah menjadi tidak menyenangkan Karena sekolah-sekolah di bawah pengelolaan negara menjadi seragam di seluruh negeri. Bahkan yang dipelajari pun sama. Kaitanya sekolah untuk menggapai kemaslahatan dan kemajuan negaranya sejalan dengan Plato sangat menekankan pendidikan untuk mewujudkan negara idealnya. Ia mengatakan bahwa tugas pendidikan adalah membebaskan dan memperbaharui; lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan Plato, tetapi ia mengaitkannya dengan tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia (eudaimonia). Tujuan universitas di Eropa adalah mencari kebenaran. Pada era Restorasi Meiji di Jepang, tujuan pendidikan dibuat sinkron dengan tujuan negara; pendidikan dirancang adalah untuk kepentingan negara. Sekolah-sekolah mengacaukan esensi belajar kata Ivan Illich dalam Deschooling society (1971), anak-anak dididik dengan ketidakjelasan apakah mereka belajar untuk sebuah nilai rapor atau belajar untuk mengetahui sesuatu, mahasiswa dibingungkan dengan tujuan akhir kuliah, apakah untuk mendapatkan gelar atau membuat mereka matang dalam keilmuannya. Jadi haruskah sekolah dihapuskan ? Saya pikir tidak. Tetapi yang harus diubah adalah esensi pengajaran dan pendidikan di dalam sekolah. Sekolah diselenggarakan untuk mendidik anak agar memahami kehidupan orang-orang di sekitarnya, agar anak-anak termotivasi belajar lanjut terhadap sebuah ilmu yang ditekuninya. Sekolah dibuat bukan untuk keperluan negara, tetapi untuk mencerdaskan rakyat. Sekolah yang dibuat untuk semata keperluan negara, adalah sekolah-sekolah yang tidak mengenal keberagaman, tetapi keseragaman. Sekolah yang dibuat untuk keperluan negara bertujuan untuk mencetak pekerja, bukan untuk melatih anak menjadi orang dewasa. Kalau memang sekolah itu hakekatnya untuk memahami nilai-nilai hidup mengapa kita tidak langsung saja terjun kemasyarakat membaur dalam satu keberagaman. Erfath yg pemikir, belajar sebagaimana hidup, semestinya memang tidak perlu dikotak-kotakkan. Keberadaan sekolah semestinya bukan untuk membatasi keinginan belajar kita tetapi mendorong kita untuk belajar lebih banyak lagi di luar sekolah, sebab jam belajar sekolah hanya separuh dari 24 jam waktu yg kita punya. Mari kita amati apakah tujuan lembaga pendidikan formal seperti sekolah yang digalang oleh pemerintah telah sesuai dengan realita?.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Pasal 3
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
1. Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan b. diajarkan oleh pendidik yang seagama; c. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan d. kemampuannya; e. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu f. membiayai pendidikannya; g. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu h. membiayai pendidikannya; i. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang j. setara; k. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing l. dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan. 2. Setiap peserta didik berkewajiban: a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan; b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tetapi lihatlah, justru yang terjadi dilapangan saat ini banyak anak-anak yang putus sekolah. Beragam memang masalah yang menimpa para peserta didik di tanah air tercinta ini. Ada yang dikarenakan biaya terlalu mahal sementara disisi lain pemerintah mewajibkan belajar sembilan tahun. Ada pula yang berhenti karena merasa bosan di sekolah, baik itu karena gurunya yang monoton dalam pembelajarannya, murid dicetak untuk menjadi robot si ahli tulis dan murid ditinggal begitu aja oleh guru keruangannya, banyak kisah yang memilukan, karena putus sekolah, saat ini tahun 2010 jumlah anak yang terancam putus sekolah mencapai tiga belas juta (13jt). Maya Rosyda seorang gadis remaja krban dari kebengalan sekolah namun seteleh ia lepas dari belunggu itu justru ia menjadi orang terkenal di sala tiga melalui karya-karya terbaiknya, M. Izza Ahsin yang bukunya berjudul dunia tanpa sekolah, laris manis habis terjual karena cerpen yang dibuat oleh sang ayah adalah kisah nyata Izza pada saat terpenjara dalam kurungan yang bernama sekolah dan anda pasti kenal dengan aktor utama dalam film "GARUDA DI DADA KU" dialah bayu yang hidup dalam genggaman seorang kakek mengharap ketika bayu besar menjadi insiyur padahal ia sangat menginginkan menjadikan dirinya sebagai pemain sepak bola handal kelas dunia. Mereka hanya segelintir anak yang menjadi korban ketidak becusan pemerintah dalam hal menyelenggarakan sekolah sebagaimana mestinya. Vokalis Slank "Kaka" lagunya yang berjudul kalau aku jadi presiden, dalam syairnya yang lembut tapi tetap satun adalah sebagai berikut: "Kalau gw jadi presiden, sekolahan boleh gondrong; Kalau gw jadi presiden, gak usah pake sragam, karena seragam Cuma bikin tawuran." Potongan syair ini adalah gambaran dari realitas yang ada, gondrong dalam arti para siswa telah ditekan dalam hal berekspresinya. Sementara seragam yang memang menjadi salah satu ciri khas lembaga masing-masing hanya untuk ajang pertempuran di medan laga. Sebagai agent of change sudah seharusnya kita membuat sebuah perubahan yang lebih baik lagi dan membantu masyarakat untuk mewujudkan cita-cita yang agung yaitu kesejahtraan bagi banga dan negara ini.