Aku terbangun disela gemuruh warga kontrakan. Entahlah apa yang mereka kabarkan, Einstein, Comte, Hitler, Mocca, Arabica, Duda Arab atau siapalah itu; aku tak peduli. Aku mengatur nafas yang gusar.
Mengapa aku?
Lalu kuambil kaca, airku mengalir.
Seumpama aku meluap luap, memekik leher mereka, dipenjarakankukah.
Aku sekedar bertutup selimut; cengeng!!
Sedang jangkrik diluar sana meronta ronta tak memberi damai. Suara ngiiiiing mendenging keras, mengiris liang pendengaran pelan-pelan. Sudahlah sudah...
Pergi kau bujang, bahkan dari bayang bayang mata busukku
Sempoyongan memang, aku yang kuat ini akan terbiasa. Mencaci.
Dasar biadab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H