Lihat ke Halaman Asli

Karsa Dalam Asa 2

Diperbarui: 13 Juli 2022   12:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hampir 1 tahun telah berlalu sejak hari itu. Hari dimana kisah kita usai lalu selesai. Sekarang aku bisa memastikan, aku memang masih mengenangmu. Tapi sudah tidak mencintaimu. Kini kesannya sudah biasa saja. Bahkan ketika kedua bola mata ini menatapmu secara langsung sedang berbincang asik dengannya. Ya, sosok baru yang kini bersamamu menggantikan peranku. Sosok yang kamu lebih memilih dan memihaknya daripada aku. Sosok yang mungkin sangat kamu inginkan hingga rela menyudahi lembaran kisah lama bersamaku waktu itu. Aku tak begitu tau perasaanmu sekarang bagaimana. Entah bahagia atau sebaliknya, tapi doaku semoga kamu bahagia, lebih-lebih dan lebih bahagia serta menyenangkan dibanding saat bersamaku dulu. Sejujurnya, perasaan ini telah lama aku sudahi. Namun entah bagaimana, semesta selalu saja menyuguhkan memori yang tak biasa, tentang kamu dan kenangan pastinya. Kenangan yang begitu brengseknya melekat hingga saat ini. Hingga detik ini ketika aku masih kadang-kadang ingin menulis tentang kisah "Kita". 

Maaf jika aku masih saja begini, menyurahkan sejujur jujurnya perasaanku lewat ketikan jemari yang dulu pernah kau genggam dengan sangat erat. Bersama dengan alunan lagu Christina Perri - a thousand years, lagu yang sering aku dengarkan ketika sedang sialnya berada di fase seperti ini. Lagu yang pernah ku ceritakan kepadamu dulu. Untukmu, tenang saja. Jangan khawatirkan perasaanku lagi. Semuanya telah kumakan sendiri, Entah itu rindu yang mengesalkan atau bahkan karsa yang menyakitkan. Semuanya telah kubunuh hingga usai dan selesai. Luka yang dirimu berikan akhirnya lambat laun mengering. Setelah kuperbanyak jam tidurku. Setelah sadar dan tersadarkan, bahwa aku masih memiliki satu-satunya wanita yang begitu hebatnya mencintaiku di dunia. Sosok wanita yang dengan begitu tulus ingin merawatku, dengan tabah merawat semua luka dan lelahku. Dia adalah cinta yang berani memelukku ketika kemarahanku yang paling pekat. cinta yang selalu menegurku ketika aku mulai sotahu. Menjadikannya tempat aku pulang dan berlabuh ketika dunia sedang tidak berada di pihakku. Dia yang selalu mendengarkan semua hal baik dan buruk tentang hidup yang kuceritakan. Dia menerimaku seutuhnya dan dia mencintaiku tanpa kalkulasi. Aku mencintainya, sangat-sangat mencintainya. Sosok itu adalah cinta pertamaku di dunia, dia adalah ibuku. 

Sudah, Untukmu.
"Bahagia Selalu Ya!" Pada Dasarnya Hidup Akan Terus Berjalan.

Jalan Kita Sudah Berbeda Sekarang. Kisah Kita Telah Digantikan Peran Lain Didalamnya.
Sekarang, Aku Sudah Cukup Lega Bisa Mencurahkan Ini Semua Lewat Ponselku. Kebetulan Juga Sebatang Rokok Gudang Garam Filter Yang Dari Tadi Menemaniku Pun Telah Habis Dan Menandakan Aku Harus Berhenti Mengetik Ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline