Lihat ke Halaman Asli

Zidan GemaRamadhan

Mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Maju Mundur Perkembangan Bisnis Kuliner Saat Pandemi

Diperbarui: 28 Desember 2021   06:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Daya tarik masyarakat untuk dine in di restoran menurun semenjak pemberlakuan PPKM di masa pandemi Covid-19 (Foto: unsplash) 

Cirebon – Semenjak kemunculan pandemi Covid-19 di Indonesia pada bulan Maret 2020 lalu, Pemerintah mulai merumuskan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan demi mencegah penyebaran Covid-19, seperti pemberlakuan pembatasan sosial hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). 

Ternyata semua kebijakan ini menjadi penghambat bagi para pelaku usaha di industri kuliner. Banyak restoran, rumah makan maupun toko-toko yang terancam bangkrut dan tutup permanen karena imbas dari pandemi Covid-19.

Untuk menghindari dari kebangkrutan, para pelaku usaha kuliner harus memutar otak demi keberlangsungan bisnisnya dan para karyawannya. Seperti halnya yang diungkapkan oleh karyawan R.M. Klapa Manis bahwa pandemi berdampak pada perkembangan bisnis di tempat ia bekerja. 

Ditambah juga dengan adanya PPKM yang membatasi jam operasional hingga aktivitas di restoran. Hal ini kemudian membuat penjualan serta omzetnya menurun sekitar 50% dari biasanya.

"Selama pandemi kan ada aturan PPKM dan pembatasan jam operasional. Penurunan penjualannya bisa sampai 50%," ujar Yogi Priyono saat ditemui di kediamannya, Rabu (8/12/2021).

Hal senada juga dituturkan oleh Dhea yang merupakan karyawan di sebuah tempat produksi kue dan roti. Ia menjelaskan bahwasanya jumlah penjualan kue dan roti dikurangi sebesar 40%, karena minat pembeli menurun.

“Penjualan produk saat PPKM sangat-sangat dikurangi, bisa dibilang 40% dari hari-hari biasa, karena dampak dari pandemi mungkin orang-orang berpikir bahwa kue atau produk dari toko kami akan mudah terpapar virus sebab kue-kue hanya diproduksi di kantor pusat dan harus dikirim ke cabang-cabang lain sehingga harus melewati lingkungan terbuka yang dimana virus sedang melanda,” pungkas Dhea melalui sambungan telepon Whatsapp, Kamis (9/12/2021).

Dhea menambahkan kalau jumlah produksi pun dikurangi, ada beberapa jenis kue ditiadakan seperti kue manis dan cake slice dikarenakan keterbatasan bahan dan karyawan.

“Untuk produksi, beberapa jenis kue dan produk lain discontinued (dihentikan) karena kurangnya stok bahan dan kurangnya jumlah karyawan untuk memproduksi kue, sekitar 50% produk kue manis dan cake slice tidak diproduksi lagi,” tambah Dhea.

Bukan hanya pengurangan dalam jumlah produksi dan penjualan. Ternyata para pelaku usaha ini pun juga memangkas jumlah karyawannya. Seperti yang dijelaskan oleh Dhea kepada kami, ada sekitar 30 karyawan harus dirumahkan yang dikarenakan perusahaan tidak sanggup lagi untuk menggaji mereka.

“Tidak lama setelah pandemi naik, pemutusan hubungan kerja (PHK) dilakukan untuk membatasi jumlah karyawan, sekitar 30 lebih karyawan dirumahkan dikarenakan perusahaan tidak sanggup membayar gaji seluruh karyawan yang bekerja. Hanya tersisa senior dan beberapa supervisor untuk melanjutkan produksi,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline