Lihat ke Halaman Asli

Zidan Al Fadlu

Manusia biasa saja

Menjadi Intelektual Sosial

Diperbarui: 9 Januari 2022   06:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

(Sebuah Refleksi Dari Pertemuan Sederhana Dengan Seorang Guru Awal Tahun Lalu)

Perjalanan menuju proses "menjadi" membutuhkan skala prioritas yang komprehensif. Pergulatan intelektual saja terkadang tidak menjamin sebagai pembentuk karakter yang kuat. Hari-hari yang dihabiskan untuk membaca buku, diskusi isu-isu strategis, dan berbagai kegiatan lain yang berkaitan dengan pendayagunaan akal budi, pada akhirnya akan sia-sia semata, jika kepekaan sosial tidak terbentuk dalam kepribadian masing-masing orang yang menjalaninya (dibaca; mahasiswa). Karena pada akhirnya yang dibutuhkan adalah tindakan konkret yang pragmatis serta inklusif untuk kebermanfaatan bersama. 

Seperti apa yang dikatakan oleh Antonio Gramci; Pada dasarnya, semua orang punya potensi menjadi intelektual sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya, dan dalam cara menggunakannya. Tetapi tidak semua orang adalah intelektual dalam fungsi sosial. Artinya setiap manusia dianugerahi seperangkat alat berpikir sesuai dengan proporsinya masing-masing. Seorang mahasiswa akan berpikir dan bertindak sebagaimana proses yang ia dapatkan selama di Kampus dengan berbagai bidang keilmuannya. Begitu juga seorang santri yang kesehariannya ada pada lingkaran tradisional akan bertindak dan berpikir sebagaimana yang ia dapatkan selama di dalam pesantren. 

Banyak juga orang yang berpikir dan bertindak sebagaimana lingkungannya, entah itu orang yang menggeluti dunia olahraga, seorang buruh, petani, pengusaha dan lain sebagainya---peran-peran sosial---, memiliki daya berpikirnya masing-masing. Oleh karena itu, apa yang dikatakan Antonio Gramsci menjadi tepat. Bahwa setiap orang adalah intelektual pada bidang dan proporsinya masing-masing. 

Akan tetapi, apakah hal tersebut bisa menjadikan setiap orang dengan kemampuannya bisa menjadi problem solving atau agen bagi perubahan ditengah masyarakatnya? Secara normatif memang seharusnya iya. Namun, apakah secara konkret hal itu bisa begitu saja terjadi? Setiap orang memiliki penilaiannya masing-masing untuk menjawab pertanyaan itu.

Apa yang telah diuraikan di atas mengingatkan saya pada sebuah pertemuan sederhana dengan seorang guru saat selepas pulang dari Yogyakarta awal tahun lalu (1 Januari 2022). Dalam pertemuan singkat itu, ada satu poin penting yang menjadi pekerjaan rumah bagi saya pribadi umumnya bagi setiap orang yang merasa dirinya adalah seorang makhluk sosial. 

Bahkan pesan yang beliau sampaikan sore itu, disampaikan ulang olehnya saat diberikan kesempatan untuk membacakan doa dalam sebuah acara anjangsana yang sehari setelah pertemuan itu. Sederhananya, apa yang beliau pesankan adalah bahwa murid-muridnya suatu saat tidak hanya hanya mengamalkan ilmu dalam bentuk aslinya. Melainkan harus bisa menjadi agen perubahan dirumahnya masing-masing---lingkungan sosialny---bukan hanya bagi dirinya dan orang-orang sekitar, tapi keseluruhan untuk masyarakat secara umum atau dalam bahasa agama adalah umat. 

Menurut beliau, orang pintar itu banyak. Akan tetapi, yang benar-benar mengabdikan dirinya untuk masyarakat, untuk perubahan ditengah masyarakatnya itu masih nihil adanya. Apa yang beliau sampaikan saat itu menjadi bahan bakar untuk kembali berkontemplasi pada kehidupan. Dimana ilmu dan pengetahuan memang harus dicari dan dimanfaatkan. Arti ilmu bermanfaat disini, bukan hanya transfer ilmu kepada orang yang belum tahu. Melainkan, sebuah tindakan nyata yang mampu memberikan kebermanfaatan kepada semua. 

Sebab, apalah arti sebuah ilmu dan pengetahuan yang kita dapatkan, baik dari ruang-ruang kelas atau pengalaman dalam hidup, bahkan sampai pergi meninggalkan kampung halaman. Jika pada akhirnya kita tidak mampu menjadi problem solving bagi masyarakatnya sendiri. Apa gunanya jauh-jauh menuntut ilmu dan memperluas pengalaman kalau pada akhirnya ketika pulang ke rumah masing-masing justru kikuk dan tidak mampu berkutik dihadapan segenap problematika kehidupan sosial masyarakat.

Zidan Al Fadlu

Yk, 09 Januari 2022




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline