Lihat ke Halaman Asli

Zida Sinata Milati

Freelancer, Content Creator, Writer

Begini Ceritaku 7 Tahun Bersama Motor Lugu

Diperbarui: 22 Juli 2024   19:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi naik motor | dream.co.id

Saya memiliki kisah indah memilukan bersama motor kesayangan, saya beri nama "Momo", motor matic bekas warna hitam putih merah dengan merk Yamaha Mio J keluaran tahun 2013, memang tidak ada yang spesial dengannya, bahkan banyak sedihnya mengenang Momo dan perjuangan saat masih berkuliah di perantauan. Melalui tulisan ini, saya hanya ingin memberi Momo ucapan terimakasih, karena telah setia menemani selama 7 tahun ini.

Beli motor baru ataupun bekas, semua adalah pilihan, tergantung berapa budget yang dialokasikan untuk membeli motor, juga tergantung dengan tujuan dari membeli motor, apakah memang dibutuhkan untuk mobilitas yang tiap harinya menempuh jarak berkilo-kilo meter atau hanya dibutuhkan untuk jarak yang relatif dekat. Tentu keduanya sama-sama perlu disyukuri atas titipan rezeki yang Tuhan berikan.

Motor bekas ataupun baru tentu ada lebih kurangnya. Motor baru tentu secara harga lebih mahal, tetapi ada jaminan bahwa mesin, ban, dan body kendaraan masih mulus juga orisinal, berbeda dengan motor bekas yang memiliki harga lebih terjangkau, tetapi tidak ada jaminan bagaimana kondisi aktual mesin motor, juga riwayat jatuh yang pernah dialami.

Memutuskan Beli Motor Bekas

Potret Momo, Mio J | Dokumen Pribadi

Salah satu alasan terbesar saya dalam membeli motor bekas adalah karena alasan harga, harga lebih ekonomis daripada beli baru di dealer, karena alasan itu pula, akhirnya saya bisa memiliki barang berharga secara cash, tanpa memiliki tanggungan cicilan yang dapat membuat hidup tidak tenang. Juga urusan persuratan seperti BPKB, STNK, dan juga plat nomor yang semua sudah tersedia cepat, sehingga siap dibawa berkendara jauh meskipun memang belum balik nama. 

Di awal tahun 2018, ketika masih menjadi seorang mahasiswa, saya mendapatkan beasiswa pendidikan dari universitas, setelah bertelepon dengan orang tua, akhirnya uang tersebut diputuskan untuk dibelikan motor saja karena memang posisi sudah lunas membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal), tetapi saya belum memiliki motor saat berada di perantauan.

Berbekal uang tersebut, ibu juga ayah membelikanku motor bekas agar tidak nambah banyak uang lagi, saat itu harga Momo dibandrol sebesar 7 juta rupiah. Setelah melewati tawar-menawar, akhirnya Momo yang saat itu berusia 5 tahun berhasil dipindah tangankan, saya hanya terima jadi melalui telepon yang saat proses pembelian, saya sedang berada di Surabaya. 

Ada kesempatan hari libur dan saya gunakan untuk pulang ke rumah melihat motor baru. Setibanya di rumah, ayah begitu bersemangat menunjukkannya padaku wujud motor tersebut, karena memang cukup awam dengan otomotif, saya hanya melihat Momo dari sisi tampilan motor, dan menurut saya tampilan luar Momo cukup mulus. Begitu pula dengan Ayah, ayah orangnya tidak ribet, dan memilih mengiyakan daripada banyak tanya. 

Libur pulang ke rumah memang biasanya tidak lama, hanya sekitar 2 hari saja, sabtu-minggu, senin pagi sudah harus kembali dengan menaiki kereta pagi ke Surabaya, hingga saya tidak sempat untuk mencoba mengendarai Momo saat di rumah, saya hanya berpesan kepada ayah untuk segera mengirimkan Momo ke Surabaya melalui jasa angkut paket motor yang ada banyak di stasiun. Tidak berselang lama, saya diberi kabar oleh pihak paket motor, bahwa motor saya, si Momo, sudah sampai di Stasiun Gubeng dan siap untuk diambil, tidak banyak yang disiapkan saat itu, saya hanya membawa bukti transaksi, KTP, STNK, juga sebotol pertalite dari kosan, karena tangki motor benar-benar kosong saat proses pengiriman.

Setelah spion kaca kembali dipasang oleh petugas, saya pun memasukkan pertalite ke dalam tangki bensin, dan mencoba menghidupkan mesin, Alhamdulillah tidak ada hambatan. Saya pun segera pulang dan berkendara dengan Momo selama kurang lebih 15 menit dari stasiun ke kosan. Padatnya Surabaya sore itu, saya nikmati dengan rasa syukur, karena akhirnya bisa berhemat untuk tidak selalu mengandalkan ojol setiap pergi-pulang kampus.

Bangun Komunikasi Santun Antara Pembeli-Penjual

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline