Lihat ke Halaman Asli

Ziaw Noha

Menulis adalah nafasku

Hujan 10 November

Diperbarui: 10 November 2021   10:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Ziaw Noha

Kuhitung kerlip bintang
Serupa jasa pahlawan-pahlawanku
Sekejap nampak, sekejap pendarnya tak lagi cemerlang
Digempur arus globalisasi milenial baru

Pahlawanku
Dulu asa-mu larung bersama angin
Mengibarkan merah putihku
Terhirup di setiap denyut nadiku

Angin juga mengabarkan perjuanganmu
Peristiwa merajut akar kemerdekaan negeriku
Kala itu, menggema dahsyat di tanah airku
Tak terperi selaksa pilu bertalu

Hujan 10 November
Yang deras bukan air tapi peluru membara
Yang jatuh bukan air tapi rumpun-rumpun nyawa
Yang menggenang bukan air tapi simbahan darah
Yang banjir bukan air bah tapi air mata

Perjuangaku kini bukan melawan serdadu
Bukan pula menantang bulir-bulir mesiu

Kolonialisme temporer serupa kabut beracun
Merasuki pori-pori tunas  Ibu Pertiwi
Kebanggaan NKRI terucap dari lidah
Tapi tiada tercermin oleh laku raga
Adat daerah musnah
Berganti adat negeri antah-berantah

Pahlawanku
Bilakah kutemukan penerusmu?
Bercita-cita tegakkan Pancasila
Bermoral mulia warisan leluhur
Berwawasan luas pemikiran mutakhir
Bermental kuat, tak gentar dihadang kematian
Demi keadilan rakyat, siap melarat

Hujan 10 November
Bilakah kutemukan penerus pahlawanku?

Jakarta, 10 November 2021

*) Puisi ini didedikasikan untuk menyambut Hari Pahlawan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline