Lihat ke Halaman Asli

Zia ul Haramein

Jangan mati sebelum menulis

Dimensi Ruhani Berpuasa

Diperbarui: 20 April 2021   08:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Salah satu rukun Islam yang telah kita amalkan sejak kecil ialah puasa. Ibadah ini juga telah menjadi bagian dari budaya keberislaman negeri kita. Ramadan datang setiap tahunnya membawa suasana yang berbeda, begitu pun saat ini yang kita jalani (masih) dalam kondisi pandemi. Namun ada satu hal yang tidak berubah dari setiap Ramadan, sejak zaman Nabi ﷺ hingga sekarang, yaitu aspek ruhaniyah; suatu keistimewaan jiwa yang dialami setiap orang yang beriman.

Setiap tahunnya kita menyambut Ramadan dengan penuh suka cita. Tidak mutlak memang, namun sebagian besar kita bahagia saat Ramadan datang. Ada yang gembira karena Ramadan menjadi ajang meraup keuntungan sebanyak mungkin, contohnya para penjaja takjil dan santap sahur. Ada pula yang menjadikan Ramadan sebagai sarana memikat pelanggan lebih banyak, seperti para pengusaha yang memberi diskon besar-besaran di toko mereka. Keduanya hanya berurusan dengan keuntungan duniawi, yang melimpah sesaat dan lekas hilang dalam sekejap.

Sebagian besar lainnya menjadikan Ramadan sebagai sarana menambah pundi-pundi pahala. Seperti seorang pengajar yang menebar pengetahuan ke murid-muridnya. Seorang kiai mengaji bersama para santrinya. Para jamaah yang sibuk menghadiri kajian-kajian. Dan bahkan seorang mukmin yang hanya ingin mendedikasikan Ramadan dengan memperbanyak taubat, ibadah, dan zikir guna mendekatkan diri pada Sang Khaliq.

Sebagaimana kita pahami bersama, di balik niat seseorang berpuasa yaitu agar menjadi orang yang semakin bertakwa. Namun ini adalah tujuan akhir; hasil dari seorang mukmin yang ibadahnya benar-benar membekas. Tapi dalam proses menuju hasil akhir, puasa juga memiliki beberapa faedah ruhaniyah penting yang akan didapatkan oleh orang yang beribadah dengan kesungguhan di bulan ini.

Pertama, dengan puasa kita dapat meminimalisir godaan setan. Bayangkan jika setahun penuh tidak ada Ramadan, sepanjang itu pula kita digoda setan dengan berbagai tipuan; baik ketertipuan dunia maupun apa yang ada dalam hati kita. Sebab Rasulullah ﷺ pun telah mewanti-wanti umatnya dengan sebuah hadis,

  إنَّ الشَّيْطانَ يَجْرِي مِنَ الإنْسانِ مَجْرى الدَّمِ

"Sungguh (pengaruh) setan menjalar di tubuh manusia sebagaimana aliran darah". [HR. Muslim] dalam riwayat lain ditambahkan, "Maka sempitkanlah aliran itu dengan cara lapar dan berpuasa".

Dengan melatih jiwa dan raga berpuasa, maka kita akan mengakhiri Ramadan dalam kondisi hati, jiwa, dan raga yang tidak memperturuti nafsu (dari godaan) setan. Hal ini juga meminimalisir dzann (prasangka) yang buruk dalam hati. Maka, dengan demikian terdapat manifestasi ketakwaan yang hakiki dari puasanya. Inilah yang menjadi harapan setiap mukmin di akhir Ramadan.

Kedua, Ramadan menjadi ajang bagi 'menyepikan' hati dengan berzikir. Bukan sekadar zikir lisan, tapi juga zikir qalbu. Dengan tidak banyak makan, maka seorang mukmin dapat lebih mengabdikan diri pada Rabb-nya. Menyepikan keberadaannya dan berkhalwat dengan Allah. Keutamaan berzikir tentu tidak perlu dipertanyakan. Allah dengan keagunganNya memerintahkan kita untuk banyak berzikir, menyebut dan mengingatNya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً

"Wahai orang-orang yang beriman, sebut dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya". [QS. al-Ahzab : 41]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline