Lihat ke Halaman Asli

Zia ul Haramein

Jangan mati sebelum menulis

Hayya 'alal-Jihaad! (Marilah Kita Berjihad!)

Diperbarui: 5 Desember 2020   19:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah Kaprah Makna Jihad

Beberapa pekan terakhir kita dihebohkan dengan sebuah video kontroversial yang beredar secara masal. Di dalam video tersebut terdapat sekumpulan orang dengan posisi bersiap shalat, dan salah seorang dari mereka mengumandangkan azan. Sekilas di awal tidak terlihat kejanggalan apapun, kecuali setelah sang muadzin melantunkan kalimat Hayya 'alal-Jihaad. Lebih parah lagi, terdapat video lain dengan azan serupa yang menampilkan beberapa orang menghunuskan pedang dan parang. Sontak hal ini menjadi polemik di kalangan umat Islam secara umum.

Mayoritas tokoh Islam serentak memberi tanggapan kecaman atas video tersebut. Keberatan umat Islam atas kejadian ini setidaknya disebabkan dua hal;

1) Larangan banyak ahli fiqih dalam mengubah atau menambahkan lafaz azan yang tidak diajarkan oleh Rasulullah ﷺ.

2) Kondisi kumandang azan tersebut bernuansa ajakan perang. Dengan hunusan pedang yang menyertai azan ini, seakan-akan kondisi Indonesia saat ini adalah Dar al-Harb. Tentu hal ini tidak dapat dibenarkan dalam konteks syariat/fiqih, maupun dalam kondisi sosial bernegara di Indonesia saat ini.

Kelompok semacam ini bukanlah "barang baru" di negeri kita. Pemahaman melenceng mengenai Jihad telah marak menjadi doktrin di kalangan mereka. Jihad dalam kaca mata mereka tidak lagi menjadi syariat yang mewah, melainkan telah bertransformasi menjadi ajakan receh yang bisa ditawarkan kepada siapa pun. Padahal jika kita menilik konteks peperangan pada masa Rasulullah ﷺ, maka dapat kita pahami bahwa perang bukanlah sekedar ajakan jihad tanpa makna; seruan jihad pada masa itu memang didasari oleh seruan mempertahankan Islam dari serangan kaum kafir dan musyrikin. Bahkan jihad harus dilakukan secara total dan komprehensif. Sebagaimana seruan Allah dalam surah al-Hajj,

 وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ

Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.

Rasulullah ﷺ juga seringkali menyerukan,
جاهدوا المشركين بأنفسكم وأموالكم وألسنتكم
Perangilah kaum musyrikin dengan segenap daya upaya kalian, harta kalian dan juga ucapan kalian.

Namun seruan semacam ini harus dipahami dalam kondisi dan konteks yang sesuai. Segala ayat dan hadis yang menyerukan tentang jihad/perang harus dipahami dan diterapkan dalam kondisi perang; tidak patut diterapkan dalam kondisi damai. Sebagaimana yang kita permah pelajari bahwa pada masa Rasulullah ﷺ terdapat (setidaknya) lima agama yang dianut penduduk Madinah. Kaum muslimin hidup berdampingan bersama Nasrani, Yahudi, Majusi dan keyakinan-keyakinan animisme. Mereka hidup rukun dalam satu atap Dar al-Hijrah. Tidak terjadi peperangan di antara mereka kecuali terjadi pembangkangan, pemberontakan, ingkar perjanjian, politik kesukuan dan lain sebagainya. Nabi ﷺ tidak mengajarkan untuk membunuh dan memerangi umat agama lain hanya karena perbedaan agama.

Rasulullah ﷺ mengecam,
من قتل نفسا معاهدا لم يرح رائحة الجنة وإن ريحها ليوجد من مسيرة أربعين عاما
Barangsiapa membunuh seorang kafir mu'ahad (yang memiliki kesepakatan damai dengan umat Islam) maka tidak akan pernah mencium bau surga, di mana baunya dapat tercium dari jarak 40 tahun. (HR. Bukhari)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline