Lihat ke Halaman Asli

Bicaramu di Cermin Itu

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SUDAH sekian waktu kita tak saling bertemu rindu selalu saja menjadi bumbu untuk hidangan malamku di kamar berwarna mirip hati ini aku menyusun wajahmu di pantulan cermin lalu ku raut sejumput syair berhantu sambil menunggu hadir senyum lembutmu dari cermin itu, kau bicara ; "...jemu, puisimu membusuk di kamarku dari itu, ke itu dan itu-itu saja." bukankah pada mawar sudah mengajarkamu tentang ini untuk menunjukkan indah kelopak itu sementara lalu yang tersisa, hanya duri dan kerontang kering daun yang mengharap tanah mau menerimanya? "...sesal terbesarku adalah mengenalmu dan sebising rayumu yang sudah tak mempan, sudah tak sampai" di tanah yang menumbuhkan bunga itu. apakah dia akan menerima kembali durhaka kelopak mawar ketika daun-daun itu menghilang ke tanah apakah ia di terima atau malah sedang di hancurkan? Bukankah bunga-adalah-kata? Di kebun rahasia jemari cantik berukiran lembut menilik setangkai kata, sepatah bunga. Dia berkata : "...seharusnya aku tak hidup di petak bumi bagian ini penat sekali setiap hari di sesaki wajah dan huruf-hurufmu" di kamar berwarna mirip hati ini aku memandang wajahmu di pantulan cermin sajakku, tak selesai selesai...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline