Sebagai dokter gigi, saya sering sekali menemukan pasien anak dengan gigi yang hampir seluruhnya terjangkit karies. Tidak jarang gigi anak-anak ini jadi sulit diidentifikasi gigi apa dan nomor berapa karena sudah hancur. Anak-anak ini, secara fisik tampak terlalu gemuk atau bahkan terlalu kurus untuk anak seusianya.
Ketika ditanya kebiasaan konsumsinya, orangtua pasien mengaku anak-anaknya suka sekali makanan manis. Bahkan, banyak orangtua mengaku memberi jatah minimal satu bungkus es krim dan satu batang coklat per hari.
Sudah jamak diketahui bahwa es krim, coklat, permen, bahkan produk susu yang berbedar di pasaran mengandung banyak gula. Sebagai contoh, menurut Kemenkes, sebungkus es krim mengandung sekitar 4 sendok teh gula dan sebatang coklat mengandung 7 sendok teh gula.
Di sisi lain, batas konsumsi gula pada anak berusia 2-18 tahun menurut American Heart Association adalah 6 sendok teh atau setara dengan 24 gram per hari.
Apabila seorang anak dalam sehari mengkonsumsi minimal sebungkus es krim dan satu batang coklat setiap hari, artinya ia kelebihan konsumsi gula sebanyak 5 sendok teh atau hampir dua kali lipat dari batas seharusnya. Itu pun belum termasuk gula dalam susu kemasan atau susu formula yang dikonsumsi sehari-hari.
Yang menyedihkan, konsumsi gula yang berlebihan ini memiliki harga tersembunyi di banyak aspek. Laporan FAO bertajuk The State Food and Agriculture yang baru saja terbit pada November 2023 membahas secara mendetail terkait true cost atau harga sebenarnya di balik makanan yang kita konsumsi.
Ternyata, makanan yang tidak sehat berkontribusi terhadap perubahan iklim, degenerasi lingkungan, eksploitasi air secara berlebihan, masalah kesehatan serta masalah limbah.
Semua masalah ini menimbulkan biaya untuk menanganinya, namun harga ini tidak tercermin dalam label harga makanan yang beredar di pasaran. Ketika dihitung besarnya harga sebenarnya di balik makanan secara global mencapai 12,75 trilliun dolar atau mencakup 10% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.