Lihat ke Halaman Asli

Antara Pemerintah dan Masyarakat Dalam Perwujudan SDGs 6: Air Bersih dan Sanitasi yang Layak

Diperbarui: 22 Agustus 2023   14:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Air bersih dan sanitasi yang layak merupakan sebuah kebutuhan pokok bagi seluruh umat manusia dan tentu saja bagi warga Indonesia. Sebagai SDGs atau Sustainable Development Goals ke 6 yaitu Clean Water and Sanitary diharapkan terwujud di Indonesia. Sanitasi merupakan upaya menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan masyarakat melalui pengawasan terhadap faktor lingkungan. Sanitasi wadah berupa jamban serta tangki septik berperan penting dalam sanitasi manusia.

Dapat diketahui dari data BPS, pada 2017 baru sekitar 63,32% rumah tangga di Indonesia yang memiliki jamban sendiri dan dilengkapi dengan tangki septik. Selain itu, sanitasi juga sangat berkaitan dengan kesediaan air bersih sebagai faktor utamanya. Namun, bisa kita ketahui bahwa kesediaan air bersih sangat terbatas saat ini. Hal ini dikarenakan pencemaran air akibat limbah dan sampah rumah tangga ataupun industri yang semakin parah setiap harinya. Menurut Desi dalam Antara, Sekitar 60-70 persen sungai di Indonesia tercemar limbah domestik atau rumah tangga sedangkan limbah yang mampu diolah baru 6,1 persen. Itu merupakan angka yang cukup kecil untuk negeri Indonesia yang luas dan masyarakatnya beragam.

Dalam perwujudan SDGs 6, pemerintah sudah mengeluarkan beberapa peraturan dan sanksi yang menyangkut sanitasi dan air bersih. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah sebagaimana telah diubah dengan Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2019. Menurut Perda ini, setiap orang yang dengan sengaja atau terbukti membuang, menumpuk sampah dan/atau bangkai binatang ke sungai/kali/kanal, waduk, situ, saluran air limbah, di jalan, taman,atau tempat umum, dikenakan uang paksa paling banyak Rp 500.000. Peraturan tersebut sudah cukup mengekang rakyat Indonesia.

Selain itu dalam pengelolaan sampah, pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang mengatur cara pengelolaan sampah. Dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah sebagaimana telah diubah dengan Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2019 Pasal 22E "Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d meliputi kegiatan:

a. pemadatan;

b. pengomposan;

c. daur ulang materi; dan/atau

d. daur ulang energi.

Salah satu proses tersebut sudah dilaksanakan oleh pemerintah Gresik.

Setelah ditinjau kembali, ternyata masih saja terdapat air bersih serta sanitasi yang tidak menjadi pembahasan utama bagi pemerintah. Dilansir dari Askara, Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin mengatakan, "Menurut data yang kami peroleh, ternyata baru 20% rumah tangga masyarakat kita yang sudah terpenuhi kebutuhan air minum perpipaan. Demikian juga dengan akses dan kebutuhan sanitasi, cakupannya secara nasional baru terpenuhi 7.25% saja". Sultan menjelaskan bahwa seharusnya pemerintah harus memastikan Fasilitas tempat tinggal dan Kesehatan anggota keluarga yang menjadi salah satu indikator kesejahteraan masyarakat terpenuhi secara memadai. Jangan sampai, indikator kesejahteraan ini justru meragukan masyarakat atas capaian angka-angka ekonomi Pemerintah saat ini.

Namun, dapat diketahui pengimplementasian dari peraturan tersebut adalah masyarakat Indonesia sendiri. Masih marak ditemukan masyarakat dengan santainya membuat sampah di sungai atau di tempat-tempat yang tidak seharusnya. Peraturan dari pemerintah hanya dianggap sebagai kicauan belaka. Tetapi, masyarakat menyerukan bahwa pemerintah tidak bekerja dengan baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline