Sebut saja namamu Nalea. Sebuah nama yang sengaja disematkan oleh kedua orang tuamu untukmu, sesaat setelah engkau terlahir di dunia. Entah apa arti dari namamu itu sesungguhnya, Ayah Ibumu tidak peduli. Namamu yang kini melekat di jiwamu, tiba-tiba saja terbersit di benak Ayahmu saat itu ketika ia ditugasi untuk memberimu nama oleh Dokter. Yah... Nalea yang kemudian ditambahkan Pricilla di belakang namamu oleh Ibumu. Nalea Pricilla kini lebih tepatnya nama lengkapmu.
Seorang bayi perempuan yang terlahir sehat melalui persalinan normal di sebuah rumah sakit ternama di kotamu, meski tanpa disertai oleh suara tangisan darimu sama sekali. Dokter telah berusaha untuk merangsang agar kau segera menangis. Ia telah menepuk-nepuk punggung mungilmu kala itu beberapa kali, mengusap-usap tubuh kecilmu hingga kering, bahkan ia juga menghisap cairan yang terdapat dari mulut dan hidung mungilmu demi untuk merangsang tangisanmu.
Tetapi kamu, Nalea bayi yang saat itu masih tetap enggan untuk mengeluarkan suara tangismu. Suara yang dinanti-nantikan oleh orang tuamu sebagai pertanda bahwa kamu lahir dalam keadaan sehat. Kedua orang tuamu, Ayah dan Ibumu tentu merasa khawatir takut sesuatu yang tidak normal terjadi kepadamu yang masih sangat kecil. Bersyukur setelah melalui beberapa proses pemeriksaan, kamu dinyatakan terlahir sehat dan normal seperti bayi kebanyakan. Meski kamu memilih untuk tidak menangis. Dokter menngatakan bahwa kau adalah Bayi yang unik.
Dan begitulah kenyataannya, kamu memanglah sosok Bayi yang unik. Sejak kau masih berada dalam rahim Ibumu, sebelum Tuhan memutuskan untuk kau terlahir sebagai manusia. Kamu telah melewati proses perdebatan yang panjang dengan Tuhan.
"Tuhan, bolehkah kalau aku meminta untuk tidak terlahir di dunia?" katamu dengan suara mungilmu yang begitu polos.
"Kenapa Anak-Ku? Mengapa engkau meminta untuk tidak terlahir ke dunia? Apakah engkau takut?" Kata Tuhan menimpali pertanyaanmu dengan suaranya yang begitu teduh, meneduhkan batinmu yang risau.
"Benar Tuhan. Aku takut. Takut jikalau ternyata aku tak bisa lagi bertemu dengan-Mu dan mendengar suara-Mu ini? Aku takut jikalau nanti ternyata aku tak sanggup melewati berbagai rintangan hidup sebagai mana yang telah Engkau gambarkan tadi kepadaku tentang siklus hidupku? Aku takut Tuhan." Katamu dengan bercucuran air mata.
"Kau tak perlu menangis anak-Ku. Kau tak perlu takut. Kamu akan selalu kuat menghadapi semua cobaan-cobaan hidup itu asalkan engkau tetap selalu bersamaku. Berpeganglah pada tanganku anak-Ku dan aku akan menuntunmu jalan menuju kembali kepada-Ku."
"Benarkah Tuhan? Tapi bagaimana aku bisa memegang tanganmu sedangkan engkau tidak turut serta ke dunia bersamaku?"
"Percayalah Anak-Ku. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Ikutilah kata hatimu. Karena ialah yang akan menuntunmu kembali kepada-Ku."
Perdebatan engkau dengan Tuhan pada akhinya harus berakhir dengan kepasrahanmu menerima kehendak Tuhan yang tak mampu untuk kau pungkiri. Kehendak Tuhan adalah kehendak nyata, sedangkan kehedak dari dirimu hanyalah sebatas angan-angan yang sia-sia. Kamu menuruti takdir yang telah digariskan untukmu pada akhirnya, dan kau berjanji kepada Tuhan bahwa kau akan selalu mencari cara untuk menemui-Nya secepat mungkin di luar dari takdir yang telah Ia gariskan untukmu.