Bandarlampung - Kebanyakan masyarakat terutama para remaja akan menunjukkan fenomena rasa iri ketika melihat orang lain yang tengah memiliki pasangan. Biasanya rasa iri tersebut dimunculkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan seperti "Kapan ya aku bisa romantis-romantisan seperti mereka?", "Kok mereka bisa ya ketemu pasangannya, aku kapan nih?".
Karena dalam pandangan mereka memiliki pasangan merupakan suatu hal yang sungguh indah bak kisah romantis dalam dongeng.
Siapa sangka, di samping dapat membawa pengaruh baik, ternyata pasangan juga bisa membuat seseorang mengalami gangguan pada kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Seperti contoh kasus dari seorang gadis muda berusia 15 tahun, berinisial AS yang tidak ingin disebutkan namanya dengan jelas.
Dia mengalami gangguan kesehatan mental berupa 'Obsessive Love Disorder' atau yang lebih kita kenal dengan obsesi terhadap pasangan.
18 Juli 2022, siswi yang tengah menempuh pendidikan di salah satu sekolah swasta di Bandar Lampung itu tak kuasa menahan tangisnya saat mengetahui bahwa dirinya telah mengalami obsesi terhadap laki-laki yang selalu menjadi penyemangatnya, tak lain tak bukan yaitu pasangannya sendiri.
Semua ini berawal dari dirinya yang tak lagi sekelas dengan sang pasangan di tahun ajaran yang baru dan berakibat membawanya jatuh ke jurang terdalam di hidupnya.
Sosok lelaki tercinta yang tak lagi terlihat di kelas barunya lah yang membuat AS sadar akan obsesinya selama ini. Selama 2 minggu pertamanya di kelas baru, dia sama sekali tidak mempunyai motivasi untuk datang ke sekolah. Di rumah pun ia selalu menangis tersedu-sedu dengan alasan yang tak jelas.
Lalu, perlahan satu per satu sikap obsesinya mulai ditunjukkan. Dia selalu ingin bersama pasangannya dalam jangka waktu yang berlebihan, selalu ingin tahu secara detail tentang sang pasangan (apa yang dialami, berbincang dengan siapa saja dan lain-lain), hingga mulai ingin membatasi kehidupan sosial serta mengecek isi chat dari lelaki tersebut tanpa izin.
Lama kelamaan, ia menjadi takut dengan dirinya sendiri sampai-sampai sempat terlintas di pikirannya untuk mengakhiri hidup karena merasa malu terhadap pasangannya atas obsesinya tersebut.
"Obsesi membuat segalanya jadi asing, berlebihan, dan seram. Saya takut, ga kenal lagi sama pikiran sendiri yang selalu ingin mengekangnya hanya untuk saya. Saya tau banget itu ga benar, tapi saya sendiri gatau cara ngilanginnya. Bagaimana ya caranya agar bisa sepenuhnya menyukai dia seperti biasa?" tutur AS, saat ditanya mengenai obsesinya.