Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan Berharga

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pengalaman leadershipku berawal ketika aku duduk di bangku kelas sepuluh, yakni sebagai ketua kelas. Posisi ini memang sebenarnya biasa saja, tapi dimataku sekecil apapun jabatan adalah amanat yang harus dipertanggung jawabkan. Tak seperti ketua kelas pada umumnya yang hanya membawakan buku ke kantor, atau menanyakan tugas, melainkan aku selalu mengecek anggotaku jikalau mana ada yang mengalami kesulitan atau problem selama di kelas maupun ketika di asrama. Sebenarnya ini bukan tugasku, tapi aku selalu merasa bahwa ini adalah tanggung jawabku sebagai seorang ketua kelas. Aku selalu berusaha untuk mengkondisikan kelas sebaik mungkin dan senyaman mungkin.

Ditengah perjalananku, tiba – tiba masalah menghadang. Aku merasa jika seluruh personil kelas tak ada yang mau mengikuti perkatanku. Hanya jurus sabar yang berani kuandalkan dalam menghadapi persoalan ini. Namun semakin hari kericuhan mereka semakin membludak hingga aku pun merasa putus asa dalam memegang amanah sebagai ketua kelas. Hari demi hari kulewati dengan penuh kesabaran. Namun semakin lama memendam rasanya aku semakin tak mampu hingga akhirnya pada suatu hari akupun memberanikan diri untuk berdiri didepan kelas. Dengan nada yang merendah dan penuh penyesalan, akupun melepas jabatanku sebagai ketua kelas dan memindahkannya ke orang yang sekiranya lebih mampu dibandingkan aku.

Setelah jabatanku sebagai ketua kelas hilang, rasanya aku begitu lega. Ibarat siput yang mengangkat batu kali dan akhirnya batu itu terjatuh, sungguh benar – benar pelepasan amanah yang membuatku merasa ringan dan enjoy. Ku fikir penderitaanku untuk menjadi ketua sudah berakhir sampai disini saja. Karena melihat pengalaman yang lalu, untuk mengurus anggota satu kelas saja aku tidak mampu apalagi jumlah yang lebih besar. Tapi ternyata persepsiku ini salah. Amanah yang lebih besar datang kembali ketika aku masih duduk di bangku kelas sepuluh akhir, dimana masa para osis lama akan mencari penerus. Tak kusangka ternyata amanah yang lebih berat harus kupikul kembali, yakni menjadi seorang sekretaris umum yangmana jabatan inilah posisi tertinggi dalam struktur osis di sekolahku. Fikiranku kembali seperti dihujam oleh bebatuan sungai. Rasanya sangat berat. Penolakan sudah berusaha kulakukan, namun penolakan dari pihak sekolahpun juga tetap yang menang. Kejadian ini membuatku berfikir kembali. Apa ini memang takdir terbaik yang harus kujalani? Entahlah, semua itu masih bersifat mungkin. Tak ada hal lain yang dapat kuperbuat selain menerima dan menjalani amanah itu sebaik – baiknya.

Juni adalah bulan dimana aku dan para kandidat lain dilantik. Prosesi pelantikan osis, ibarat prosesi akad pernikahan. Begitu menegangkan, dan membuat air mata tak dapat berhenti mengalir. Berbagai sumpah dan janji kulontarkan dengan tegas dihadapan para hadirin dengan deraian air mata. Tak ada satupun diantara kami yang tak menangis. Bagaimana kami tak merasa berat, sistem osis disini sangatlah berbeda dengan osis di luar. Belum kubayang- kan bagaimana panasnya suasana ketika kelas 11 nanti berbagai peraturan yang kami buat harus dicaci maki dan ditolak. Kami harus belajar bersahabat dengan berbagai cercaan selama setahun kedepan. Hanya harapan baik dan doa yang kukira bisa terus mendampingi disetiap hembusan nafas perjuangan, agar kami kuat dalam menghadapi setiap cobaan.

Waktu terus berjalan hingga akhirnya saat liburanpun hembas, dan berganti dengan saat dimana aku telah berpijak di bangku kelas 11. Segala rasa bercampur mnjadi satu. Aku belum begitu siap jika harus menghadapi berbagai keperihan yang harus dirasa disaat mendatang. Waktu demi waktu teerus berjalan. Berbagai support dari kawan terdekat serta para guru dan family rasanya telah menyalurkan elemen positif dalam hidupku sehingga akupun dapat merasa bangkit. Dalam menjalani amanah yang tak ringan ini aku harus belajar mulai dari awal, karena tak sekalipun sebelumnya aku berpengalaman menjadi seorang sekretaris yang harus mengurus seluruh administrasi departemen serta mengecek kestabilan dari kinerja anggota departemen, dan mngurus mahkamah departemen. Aku merasa beruntung masih ada dua sekretaris yang merupakan partner kerjaku sehinga ada yang bisa membimbingku unuk diawal ini. Memang sebenarnya aku belum terlalu dekat dengan mereka, namun aku terus mencoba mendkat dan brharap agar mereka bisa menjadi partner kerja yang baik.

Perjalananku dalam mengurus diri sendiri plus orang lain ini rasanya begitu panjang. Hari demi hari masalah yang dihasilkan tak juga kunjung berkurang, malahan kadang bertambah. Tapi dibalik semua masalah yang ada kucoba untuk tetap tegar dan menghadapinya dengan prinsip perlahan tapi pasti. Tak kusangka pula, ternyata disaat aku menginjak masa dimana materi pelajaran inti banyak diberikan aku harus memegang empat jabatan sekaligus selama setahun, yakni : Sekretaris Umum 1 SMP – SMA Ar Rohmah putri, Pimpinan Redaksi Majalah Adibah, Ketua Jurnalistik club SMP – SMA Ar rohmah putri, dan Ketua Redaksi Mading SMP – SMA Ar Rohmah putri. Jika difikir secara sekilas pasti semua itu merupakan beban yang tak mmbutuhkan sedikit tenaga serta fikiran yang sedikit nan singkat, apalagi aku bersekolah di pesantren yangmana aku harus benar – benar membagi waktu antara pelajaran akademik, pelajaran agama, keorganisasian, serta kegiatan dan tanggungan – tanggunganku. Awalnya aku juga sempat memikirkan semua itu, tapi setelah kujalani dan terus kuambil hikmah dari semua hal yang kujalani ternyata tentunya aku lebih bahagia karena merasa lebih berpengalaman. Oleh karena banyaknya jabatan yang kuemban, aku jadi tak memiliki waktu yang terbuang secara percuma sampai – sampai banyak orang yang bilang bahwa aku workaholic. Asyik sih, tapi kadangkala aku lost kontrol sehingga daya kesehatanpun menurun. Kalau sudah hal ini trjadi pasti penyesalan yang dirasa. Namun aku tak pernah menganggap diri ini sakit kalau belum sampai pingsan atau nggak bisa bangun, jadi total dari keseringan turunnya daya kesehatan aku hanya pernah tidak masuk satu kali. Inilah aku yang tak pernah mau memanjakan diri pada sesuatu yang tidak darurat.

Seiring berjalannya waktu semakin banyaklah pelajaran hidup yang bisa kudapat dari keseharianku. Berbagai pujian atas etos kerjaku yang baguspun datang. Tapi sayangnya tak sedikitpun aku berbangga atas apa yang sudah kudapat. Aku juga merasa sedih karena ternyata dua anak yang sebenarnya menjadi partner kerjaku ternyata banyak dikeluhkan oleh para ketua departemen yang merupakan bawahan kami. Seringkali mereka tak peka atas apa yang seharusnya mereka kerjakan, sampai – sampai banyak yang berpendapat bahwa aku saja yang menjadi ketua osis. Tak dapat kubayangkan seberapa banyak lagi beban yang harus ku tanggung andai semua itu benar -benar terjadi. Berulangkali aku menegur mereka, namun senua itu hasilnya nihil. Mereka masih mementingkan urusan pribadi masing – masing. Karena aku merasa lelah akhirnya akupun sekuat tenaga, sebisa mungkin turut menghandle semua departemen yang memerlukan bantuan. Alhamdulillah aku mampu tapi dampaknya banyak yang merasa tak enak hati padaku.

Semua kujalani apa adanya hingga saat ini. Disaat kesuntukan melanda, aku lebih sering merenung dan menumpahkannya dalam sebuah tulisan. Aku tak mau semua orang tahu akan apa yang sedang terjadi padaku. Bukan apa, aku hanya tak mau mereka merasa bersalah dan khawatir. Aku tak ingin orang lain merasa kasihan padaku. Karena aku yakin semua kebaikan dan keburukan yang ada pasti itu sangatlah berarti dalam hidupku. Kesabaran, keultan, ketelitian, kecakapan, dan masih banyak lagi pelajaran yang bisa kudapat dan kujadikan pedoman hidup untuk kedepannya. Kuharap saja semua bisa berjalan lebih baik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline