Lihat ke Halaman Asli

Konsep Kematangan, Teori Belajar Behavioristik, dan Humanistik!

Diperbarui: 28 Oktober 2024   20:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konsep Kematangan

Kematangan adalah kemampuan fisik dan mental yang diperoleh melalui pengalaman serta proses pertumbuhan yang berkelanjutan, yang memainkan peran penting dalam mempersiapkan siswa agar mampu menerima pelajaran secara efektif dan optimal. Dalam konteks pendidikan, kematangan menjadi aspek krusial untuk memastikan bahwa siswa memiliki kesiapan, baik dari segi mental maupun fisik, untuk merespons dan memahami materi yang disampaikan oleh pendidik. Dengan kata lain, kematangan menjadi landasan yang mendukung kemampuan belajar, sehingga siswa dapat terlibat lebih baik dalam proses pembelajaran.

Teori Belajar Behavioristik

Dalam teori belajar behavioristik, proses belajar dipahami sebagai perubahan perilaku yang terjadi sebagai respons terhadap stimulus yang diberikan oleh lingkungan. Teori ini menganggap bahwa penguatan (reinforcement) adalah komponen penting untuk memperkuat dan mempertahankan perilaku yang diinginkan. Tokoh-tokoh utama seperti Edward Thorndike, Ivan Pavlov, dan John Watson memberikan kontribusi signifikan terhadap teori ini dengan menekankan bahwa proses pembelajaran terbentuk melalui asosiasi antara stimulus dan respons, dan bahwa pengulangan, latihan, serta penguatan adalah faktor utama dalam mencapai perubahan perilaku yang konsisten. Thorndike, misalnya, melalui hukum efeknya, menyatakan bahwa perilaku yang diikuti oleh konsekuensi positif cenderung diperkuat, sedangkan Pavlov melalui eksperimen klasiknya menunjukkan bagaimana respons bisa terbentuk secara otomatis melalui pengulangan stimulus.

Teori Belajar Humanistik

Di sisi lain, teori belajar humanistik memiliki perspektif yang berbeda dengan fokus pada penghargaan terhadap individualitas siswa. Teori ini menekankan pentingnya memahami siswa sebagai individu dengan kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi agar mereka dapat berkembang secara optimal dalam pembelajaran. Tokoh utama dalam teori ini, seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers, menyoroti kebutuhan dasar manusia yang bersifat hierarkis. Maslow mengusulkan bahwa kebutuhan ini dimulai dari kebutuhan fisiologis dan bergerak ke arah kebutuhan keamanan, sosial, harga diri, hingga aktualisasi diri. Menurutnya, setiap kebutuhan yang terpenuhi akan memberi dorongan pada motivasi belajar siswa. Carl Rogers menambahkan bahwa guru seharusnya berperan sebagai fasilitator yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang mendukung, menyediakan ruang di mana siswa dapat belajar melalui pengalaman dan merasa nyaman untuk mengekspresikan diri.

Secara keseluruhan, kedua teori ini memberikan pandangan yang berbeda. Namun, saling melengkapi dalam memandang proses belajar yang efektif. Teori behavioristik menggarisbawahi pentingnya stimulus eksternal dan penguatan dalam membentuk perilaku belajar, sedangkan teori humanistik menekankan perlunya pendekatan yang lebih personal dan memahami kebutuhan individual siswa. Dalam konteks pendidikan, penerapan kedua teori ini memungkinkan terciptanya pendekatan pembelajaran yang lebih komprehensif, di mana siswa tidak hanya berperilaku sesuai dengan stimulus yang diberikan, tetapi juga merasa termotivasi dan didukung untuk berkembang sebagai individu yang seutuhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline