Lihat ke Halaman Asli

Ridha dalam Tasawuf

Diperbarui: 19 November 2024   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ridha adalah salah satu maqam (tingkatan spiritual) yang mulia dalam perjalanan tasawuf. Kata ridha secara bahasa berarti rela, menerima, atau puas. Dalam konteks spiritual, ridha mengacu pada sikap hati yang menerima segala ketentuan Allah SWT dengan ikhlas, tanpa keberatan, dan penuh keyakinan bahwa semua yang datang dari-Nya adalah yang terbaik.
Dalam tasawuf, ridha bukan hanya sikap pasif menerima takdir, tetapi merupakan maqam yang aktif, penuh kesadaran, dan didasari cinta kepada Allah. Para sufi memandang ridha sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, di mana seorang hamba menyerahkan sepenuhnya kehidupannya kepada kehendak Allah.

Ridha dalam Al-Qur'an dan Hadis

Konsep ridha sangat jelas disebutkan dalam Al-Qur'an. Salah satu ayat yang menjadi dasar penting tentang ridha adalah:

"Allah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada-Nya." (QS. Al-Bayyinah: 8).

Ayat ini menggambarkan hubungan dua arah antara Allah dan hamba-Nya: keridhaan Allah atas ketaatan hamba dan keridhaan hamba atas ketetapan-Nya.
Dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda:

"Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Sesungguhnya segala urusannya baik baginya, dan hal itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali seorang mukmin. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu pun baik baginya." (HR. Muslim).

Hadis ini menunjukkan bagaimana ridha terkait erat dengan sabar dan syukur, membentuk sikap positif seorang mukmin terhadap takdir.

Ridha Menurut Para Sufi

Imam Al-Ghazali
Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa ridha adalah kondisi hati yang tenang menerima takdir Allah tanpa protes atau keluhan. Ridha adalah puncak ketundukan seorang hamba kepada Rabb-nya, di mana seorang mukmin tidak hanya menerima, tetapi juga mencintai setiap keputusan Allah.

Abu Al-Qasim Al-Qushairi
Dalam Risalah Al-Qushairiyyah, ridha didefinisikan sebagai "kondisi di mana seorang hamba tidak lagi merasa berat terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya." Ridha menurut Al-Qushairi adalah buah dari cinta kepada Allah, sehingga apa pun yang Allah tetapkan dianggap sebagai kebaikan.

Ibnu Atha'illah As-Sakandari
Dalam Hikam, Ibnu Atha'illah menegaskan bahwa ridha adalah hasil dari pengenalan kepada Allah (ma'rifatullah). Orang yang benar-benar mengenal Allah akan yakin bahwa segala ketetapan-Nya adalah yang terbaik, sehingga ia menerima dengan sepenuh hati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline