"Habis gelap terbitlah terang" begitulah ungkapan terkenal, melegenda, dan merujuk pada RA. Kartini.
Tahukah kamu bagaimana asal mula ungkapan itu?
RA. Kartini sebagai seorang islam cemas sebab tak mengerti isi Al-Quran. Ia penasaran, tapi sulit memahaminya karena berbahasa Arab. Terlebih pihak Belanda telah melarang dan para kiai tak ada yang menerjemahkannya.
Bahkan, ketika mengaji ia sempat dimarahi oleh gurunya saat menanyakan salah satu arti ayat Al-Quran. Suatu hari, ia mengaji di pendopo Demak bersama Kiai Soleh Darat. Saat itu, sedang mempelajari tafsir surat Al-Fatihah. Tentu RA. Kartini sangat antusias dan semangat. Ia tak segan, meminta gurunya untuk menerjemahkan Al-Quran.
Hasil terjemahan dengan menggunakan Arab pegon dinamakan Faidh al-Rahman fi Tafsir Al-Qur'an. Kitab yang terdiri dari 13 juz itu menjadi hadiah dalam pernikahan RA. Kartini. Kitab yang membawa perubahan pada dirinya. Melalui kitab itu, ia begitu terkesan ketika membaca QS. Al-Baqarah : 257, "Allah Pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)." Hingga ia selalu mengingat terjemahan itu.
Setiap kegelisahan soal pemahaman dengan agama islam, ia ceritakan melalui suratnya pada sahabat penanya, orang Belanda, JH Abendanon. Surat-menyurat itu terus berlangsung sampai setelah membaca terjemahan Al-Quran. RA. Kartini dalam suratnya banyak mengulang kalimat 'dari gelap kepada cahaya'.
Berdasarkan cerita di atas, bisa dilihat bahwa kalimat 'dari gelap kepada cahaya', ditemukan dalam QS. Al-Baqarah : 257. Kalimat itu bisa bermakna dari ketidaktahuan menjadi tahu. Namun, ada yang memaknai bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan setelahnya. Kedua makna itu sesuai dengan pengalaman RA. Kartini. Setelah kesusahan memahami agamanya dan Al-Quran, ia mendapat kemudahan melalui kitab terjemahan Al-Quran yang terdiri dari juz 1--13. RA. Kartini mengalami perubahan dari ketidaktahuan menjadi pengetahuan.
Kalimat RA. Kartini 'dari gelap kepada cahaya' dalam suratnya berbahasa Belanda ditulis 'door duisternis tot licht'. Selanjutnya, oleh sastrawan Indonesia, Armijn Pane diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia 'habis gelap terbitlah terang'. Begitulah ungkapan itu ada.
Kini, ungkapan 'habis gelap terbitlah terang' abadi menjadi salah satu judul buku. Ya, surat-surat RA. Kartini kepada sahabatnya dibukukan oleh JH Abendanon berjudul DOOR DUISTERNIS TOT LICHT. Selanjutnya, dalam bahasa Indonesia berjudul HABIS GELAP TERBITLAH TERANG.