Kehidupan kita ini layaknya sebuah bola yang berputar, terkadang berada diatas dan terkadang berada dibawah. Ini yang dirasakan oleh Pepen Suherman, beliau merupakan seorang atlet paralimpik yang pernah mewakili Indonesia pada era Soeharto. Beliau bahkan bercerita bahwa pada masa ia menjadi atlet, ia bepergian ke berbagai negara salah satunya negara Thailand.
Tetapi kehidupan sebagai paralimpik pun tak selamanya indah, kehidupan para atlet yang kita kira akan sejahtera ternyata tak sesuai harapan. Pemikiran bahwa para atlet akan berlimpah harta serta mempunyai aset dimana-mana diruntuhkan dengan cerita dari Herman ini. Ia tidak mendapatkan tunjangan ataupun bantuan lainnya selama menjadi atlet. Kekecewaan mendalam dapat dirasakan dari ceritanya yang menyayangkan bagaimana tindakan pemerintahan pada saat itu.
Berani Bangkit Kembali
Setelah melewati masa-masa bagaimana perlakuan tidak adil selama menjadi atlet, Herman tidak ingin dikasihani maupun mengasihani dirinya sendirinya. Dengan bantuan dan dukungan dari keluarga tercinta, ia membuka usaha makanan berupa awug. Awug sendiri merupakan makanan khas Sunda tepatnya di daerah Garut, Jawa Barat. Awug tersebut dibuat oleh sang istri tercinta dan selanjutnya merupakan tugas Herman untuk berjualan makanan tersebut.
Cinta dengan pekerjaannya sebagai penjual awug, sayangnya Herman lagi-lagi perlu merasakan dikecewakan dengan orang-orang tak berhati yang mencuri roda dari gerobak untuk berjualan awug tersebut. Kedua kalinya ia merasakan bagaimana tidak dihargai. Adilkah dunia bersikap seperti ini kepada Herman? Apa kesalahan ia di masa lalu sehingga mendapatkan perlakuan seperti ini.
Keluarlah Dari Zona Nyaman
Tak sampai disitu, dengan ambisi yang membara dan semangat kerja yang tinggi Herman memulai kembali langkah kehidupannya yang lain. Kali ini ia mencoba berjualan tisu serta asongan lainnya. Ia berjualan di jalanan yang ramai dengan kendaraan lalu lalang. Herman memiliki pendirian, meskipun dengan keterbatasan fisik yang ia miliki tetapi ia tak ingin meminta-minta kepada orang lain.
Dengan kegigihan dan semangat pantang menyerah, Herman melangkah maju dalam hidupnya meski dihadapkan dengan berbagai cobaan dan rintangan. Dimulai dengan adanya orang iseng yang menusuk kakinya, hingga tongkat yang membantunya berjalan diambil paksa oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Titik Balik